JAKARTA - Peneliti The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Arfianto Purbolaksono mengemukakan pemisahan jadwal pemilihan umum (pemilu) dapat meningkatkan efisiensi dan kapasitas kelembagaan penyelenggara negara pada Pemilu Serentak 2029.
Arfianto mengatakan penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 dan 2024 terdapat beban administratif yang sangat berisiko. Pengurangan beban administratif pada pemisahan jadwal pemilu akan menurunkan resiko tinggi bagi penyelenggara di lapangan.
"Pemisahan jadwal pemilu bisa mengurangi beban kerja berat seperti yang kita lihat pada Pemilu Serentak 2019 dan 2024," ujar Arfianto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 13 November 2025.
Kendati demikian, kata dia, kebijakan tersebut bukan tanpa tantangan. Terdapat halangan, seperti beban fiskal, kompleksitas logistik, dan pengadaan penunjang hingga kepastian hukum karena DPR belum merevisi Undang-undang Pemilu.
BACA JUGA:Polisi Aktif Dilarang Rangkap Jabatan Sipil
BACA JUGA:Revisi Aturan Minyak Goreng Masuk Tahap Akhir
Dari sisi partisipasi politik, ia mengatakan kebijakan tersebut juga memberikan ruang bagi pemilih untuk bisa menentukan pilihannya dengan fokus dan rasional.
"Idealnya ini bisa meningkatkan kualitas representasi politik," katanya.
Arfianto juga menyoroti masalah komunikasi politik yang masih terpusat tidak akan memaksimalkan partisipasi publik di daerah.
Ia menekankan keberhasilan implementasi kebijakan tersebut akan sangat bergantung pada kemampuan penyelenggara dan aktor politik dalam membangun pendidikan politik yang berkelanjutan serta strategi komunikasi publik yang inklusif.
"Tanpa pendidikan politik yang kuat dan komunikasi yang menyeluruh, pemisahan jadwal justru bisa menciptakan jarak antara pemilih dan proses politik di daerah," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Arfianto, pemisahan jadwal pemilu jangan sekadar dipandang sebagai perubahan teknik. Perancangan yang baik akan memperbaiki tata kelola demokrasi elektoral.
Adapun dalam Indonesia 2025 yang mengangkat judul "Menilik Putusan MK tentang Pemisahan Jadwal Pemilu", TII merekomendasikan tujuh langkah agar kebijakan itu menjadi momentum penguatan demokrasi, yakni penguatan kapasitas kelembagaan penyelenggara pemilu melalui sistem pelatihan dan sertifikasi petugas berkelanjutan; penerapan multiyear budgeting guna menjaga efisiensi fiskal; revisi komprehensif Undang-Undang Pemilu dan Pilkada untuk menjamin kepastian hukum.
Selanjutnya, pengembangan strategi komunikasi publik dan pendidikan pemilih jangka panjang; peningkatan partisipasi kelompok rentan dan marginal; transparansi dan akuntabilitas pengawasan pemilu; serta pemanfaatan jeda waktu antar-pemilu untuk memperkuat pendidikan politik dan konsolidasi kelembagaan di tingkat lokal.(*/Viz)