Peristiwa Carrington adalah dampak dari badai geomagnetik matahari yang paling besar.
Peristiwa Carrington diambil dari nama Richard Carrington, seorang astronom Inggris terkenal pada abad ke-19 yang fokus meneliti matahari.
Pada waktu itu Richard Carrington meneliti posisi kutub utara dan selatan matahari.
Ia juga merupakan orang pertama yang mengetahui bahwa matahari tidak berotasi sebagai benda padat, namun materi matahari berputar lebih cepat di ekuator matahari dibandingkan di kutub-kutubnya.
Ia menemukan bahwa bintik hitam di permukaan matahari, yang disebut bintik matahari, bervariasi pada garis lintang selama siklus matahari 11 tahun.
BACA JUGA:Prabowo Ingin Petani RI Makmur Seperti Petani Jerman
BACA JUGA:Pelaku Pengancam Tembak Anies Pasang Foto Prabowo, TKN Angkat Bicara
Bersama dengan rekannya Richard Hodgson, ia melihat jilatan api matahari pertama yang cukup dahsyat.
Pada hari pertama bulan September 1859, Richard sedang mengamati bintik matahari dan melihat kilatan cahaya terang.
Apa yang dilihat Carrington itu diyakini sebagai corona mass ejection (CME), letusan dahsyat di dekat permukaan matahari.
Carrington segera melaporkan kilatan cahaya tersebut ke Royal Astronomical Society.
Ketika partikel matahari bergerak cepat melakukan perjalanan melintasi ruang angkasa menuju Bumi, hal ini menyebabkan medan geomagnetik menjadi rusak.
Ledakan partikel matahari menghantam dan merusak magnetosfer bumi, melepaskan sekitar 1.026 elektron volt energi.
Energi ini setara dengan jumlah bom nuklir berkekuatan 10 megaton.
BACA JUGA:4 Kreasi Roti Tawar Untuk Sarapan, Praktis dan Nikmat
BACA JUGA:Sarapan Sehat Untuk Diet, Ini 5 Pilihan Menunya