Fenomena semacam ini atau yang disebut dengan boom and bust biasanya disebabkan oleh adanya kerakusan segelintir orang yang ingin kaya dalam waktu yang singkat.
"Tapi apa yang terjadi, over investasi, over produksi, akhirnya harga anjlok dan bahkan rendah terus selama bertahun-tahun, karena over investasi itu butuh waktu untuk diserap pasar," ungkap dia.
Sebagai informasi, sejak Januari 2020, Pemerintah Indonesia melarang ekspor nikel mentah dengan tujuan mendapat manfaat lebih dari unsur logam itu.
Kebijakan hilirisasi nikel ini dilakukan untuk menopang industri baterai kendaraan listrik agar Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam industri kendaraan listrik dunia.
Produksi bijih nikel Indonesia sekitar 1,6 juta ton pada 2022. Jumlah itu terpaut jauh dengan Filipina yang menduduki peringkat kedua dunia dengan produksi sekitar 330.000 ton, dan Rusia di peringkat ketiga dengan produksi 220.000 ton.
Adapun cadangan nikel Indonesia tersebar di Pulau Sulawesi, Maluku dan Papua. Produksi bijih nikel Indonesia dari 2018 hingga 2022 juga selalu menjadi nomor satu dunia. (*)