Kampus Belum Aman Bagi Mahasiswi
--
JAMBI – Maraknya Kasus kekerasan maupun pelecehan seksual, masih menjadi di kalangan masyarakat terutama mahasiswa dan kaum muda.
Dalam rangka peringatan 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan, Komunitas Beranda Perempuan, menggelar seminar yang dilangsungkan pada Kamis (23/11) pukul 09.30. Seminar digelar di gedung Fakultas Sains dan teknologi, Universitas Islam Negeri Sulthan Taha, Jambi.
Kampanye peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) merupakan momen penting untuk memberikan edukasi bagi mahasiswa pentingnya gerak bersama melawan kekerasan seksual.
Berdasarkan studi singkat yang dilakukan oleh Beranda Perempuan, tahun 2019 lalu di 4 kampus di Jambi menunjukkan 73,21 persen kasus pelecehan seksual dilakukan oleh teman laki-laki.
Kemudian pacar dengan persentase 23,16 persen, dan oknum dosen dengan persentase 3,6 persen. Yang paling menonjol sekitar 96 persen, responden mahasiswi menyatakan fasilitas kampus belum aman bagi mahasiswi.
Direktur Komunitas Beranda Perempuan, Zubaidah, menjelaskan bahwa Beranda Perempuan menyediakan ruang nyaman bagi perempuan dengan menggali hak-hak perempuan serta mendampingi korban kekerasan seksual.
“Kami disini menyediakan ruang nyaman bagi perempuan untuk dapat mengungkapkan kejahatan seksual serta mendampingi para korban untuk mendapatkan perlindungan dukungan, dan hak-haknya,” katanya.
Ia mengungkapkan bahwa gerak bersama melawan kekerasan sesksual ini bertujuan untuk menambah edukasi mahasiswa tentang kekerasan seksual yang masih terbatas.
“Di kalangan mahasiswa, pengetahuan terhadap kekerasan seksual masih sangat minim. Bahkan para korban enggan untuk melaporkan kasus kekerasan seksual yang menimpa dirinya,” jelasnya.
Zubaidah menjelaskan, keberadaan satuan tugas (satgas) Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS)harus memberikan pelayanan yang berpusat kepada korban, bukan untuk melindungi nama baik lembaga atau kampus.
“Harapan kami adalah kedepannya kampus-kampus lebih responsif terhadap korban mampu memberikan ruang aman bagi mahasiswanya untuk konsultasi, dan memproses kasuSnya ke ranah hukum,” tuturnya. (cr02/ira)