Transformasi Ekonomi Wilayah Sumatera

--

“The future depends on what we do in the present.” (Mahatma Gandhi)“



Posisi Strategis Wilayah Sumatera


Wilayah Sumatera dengan luas sekitar 25 persen dari total luas wilayah Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 59 juta atau sekitar 22 persen dari jumlah penduduk Indonesia merupakan suatu kawasan ekonomi yang besar. Wilayah Sumatera mempunyai posisi strategis dan terdepan (frontier) yang berbatasan dengan negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara, dan menjadi salah satu pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan internasional. Dengan sumber daya alam pertanian, perkebunan, perikanan dan pertambangan yang melimpah, wilayah Sumatera juga dikenal sebagai lumbung energi nasional dan lumbung pangan nasional. Wilayah Sumatera mempunyai potensi untuk maju dan berkembang sebagai pusat ekonomi nasional dan global.


Dalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, pembangunan Wilayah Sumatera diarahkan untuk mendorong transformasi sosial, ekonomi dan sosioekologi dengan dukungan transformasi tata kelola dan pembangunan infrastruktur. Tema pembangunan wilayah Sumatera 2025-2045 adalah mata rantai utama bioindustri dan kemaritiman berdaya saing dan berkelanjutan. Transformasi ekonomi wilayah Sumatera diarahkan pada industri berbasis sumber daya alam dan hub ekonomi biru barat Indonesia. Transformasi ekonomi diharapkan dapat memacu pengembangan ekonomi wilayah melalui pengembangan industri pengolahan terpadu ramah lingkungan berbasis komoditas unggulan, optimalisasi kawasan strategis sebagai engine of growth, pengembangan ekonomi biru berbasis keunggulan wilayah, pengembangan kawasan strategis pertanian mendukung kemandirian pangan, peningkatan rantai nilai global, serta pengembangan kawasan perkotaan.


Transformasi ekonomi menekankan hilirisasi industri berbasis pertanian, perikanan dan tambang. Transformasi ekonomi diharapkan dapat menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi melalui pengolahan bahan baku menjadi bahan setengah jadi dan bahan akhir. Transformasi ekonomi juga didukung dengan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS), bandara dan pelabuhan untuk memperkuat konektivitas antardaerah. Sejalan dengan langkah ini, pembangunan wilayah Sumatera juga dilakukan dengan menjaga keseimbangan antara pantai timur Sumatera yang dikenal sebagai pusat pertumbuhan dengan pantai barat Sumatera yang relatif belum berkembang.


Berbagai skema kerjasama internasional untuk memacu pengembangan wilayah Sumatera seperti Segitiga Pertumbuhan Indonesia–Malaysia–Thailand (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle), integrasi kawasan (belt and road initiatives) dengan Pemerintah China, dan masyarakat ekonomi ASEAN memberikan peluang bagi wilayah untuk meningkatkan investasi, memperluas perdagangan, dan mendorong diversifikasi pasar regional dan global.


Kinerja Ekonomi Wilayah Sumatera


Dalam sepuluh tahun terakhir, kinerja pembangunan wilayah Sumatera termasuk kategori sedang dibanding wilayah lain di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah Sumatera (gabungan dari seluruh provinsi) dalam periode 2010-2023 rata-rata sebesar 3,31 persen, sementara pertumbuhan wilayah Jawa-Bali tercatat rata-rata sebesar 4,69 persen dan wilayah Sulawesi sebesar 6,28 persen. Wilayah Sumatera memberikan sumbangan rata-rata sebesar 22,24 persen terhadap total produk domestik regional bruto (PDRB) seluruh wilayah dalam kurun waktu 2010-2023. Sumbangan wilayah Jawa masih yang terbesar rata-rata sebesar 59,31 persen. Dalam lima tahun terakhir sumbangan wilayah Sumatera menurun menjadi kurang dari 22 persen, sementara sumbangan wilayah Sulawesi terus meningkat. Dengan kata lain, sumbangan wilayah Sumatera terhadap perekonomian nasional mengalami penurunan atau stagnasi.


Kinerja perekonomian wilayah Sumatera diukur dari laju pertumbuhan PDRB termasuk di bawah rata-rata nasional. Dalam kurun waktu 2011-2019 sebelum terjadinya Pandemi Covid-19 pertumbuhan ekonomi wilayah Sumatera tercatat sebesar 3,31 persen dan menjadi 2,03 persen pada periode 2020-2023. Rata-rata pertumbuhan ekonomi wilayah Sumatera termasuk rendah dibanding wilayah Sulawesi dan wilayah Jawa-Bali. Provinsi dengan kinerja pertumbuhan yang paling baik dibanding provinsi lain di Sumatera adalah Sumatera Barat, Lampung, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.
Kinerja pertumbuhan PDRB perkapita menunjukkan pola yang sama bahwa pertumbuhan PDRB perkapita masih di bawah rata-rata nasional dan relatif tertinggal dibanding wilayah Sulawesi dan wilayah Jawa Bali.


Perbandingan realisasi investasi antarwilayah menunjukkan bahwa distribusi investasi domestik dan asing masih terpusat di wilayah Jawa-Bali dengan rata-rata lebih dari 56 persen. Realisasi investasi domestik dan investasi asing wilayah Sumatera cenderung menurun terus. Distribusi realisasi investasi terbesar di wilayah Sumatera adalah Riau, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara. Ketiga provinsi tersebut mempunyai kawasan industri yang berkembang dan mempunyai infrastruktur mendukung konektivitas dalam menguatkan rantai nilai daerah.


Realisasi investasi yang rendah mengindikasikan terjadinya penurunan daya tarik investasi wilayah Sumatera.  Dengan adanya pembangunan infrastruktur yang dilakukan dalam skala yang besar seperti Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) untuk menguatkan konektivitas, penguatan kerjasama investasi antardaerah sangat penting untuk pengembangan kawasan ekonomi.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan wilayah Sumatera antara lain adalah belum optimalnya pengolahan sumber daya alam, belum tuntasnya integrasi konektivitas intrawilayah dan antarwilayah; belum optimalnya hub internasional sebagai pintu gerbang perdagangan barang dan jasa; masih adanya kesenjangan wilayah antara pantai timur dan pantai barat Sumatera, serta belum berkembangnya rantai nilai produksi dan perdagangan komoditas (trading house) yang terintegrasi.


Aglomerasi, Daya Saing dan Rantai Nilai Wilayah


Berbagai literatur menegaskan pentingnya kerjasama antardaerah khususnya di wilayah Sumatera dengan aglomerasi, peningkatan daya saing dan pengembangan rantai nilai wilayah.


Bradley and Gans (1996) menyebutkan bahwa aglomerasi membawa manfaat positif (eksternalitas) yang muncul sebagai akibat mobilitas sumber daya, tenaga kerja, dan kapital antardaerah secara lebih mudah, cepat dan murah. Mobilitas sumber daya itu selanjutnya mendorong peningkatan produksi, penciptaan nilai tambah dan pertumbuhan ekonomi. Manfaat itu tidak hanya dirasakan oleh daerah yang menjadi pusat kegiatan ekonomi saja, tetapi juga  daerah lain sekitar yang memasok sumber daya, bahan baku, tenaga kerja dan modal. Dengan demikian kegiatan ekonomi akan berputar dan selanjutnya menciptakan nilai tambah dan akumulasi kapital sebagai sumber investasi berikutnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan