Prestasi pada PON sebaiknya sinambung dengan prestasi internasional
Suasana pertunjukan kembang api pada pembukaan PON XXI Aceh-Sumut 2024 di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, Aceh, Senin (9/9/2024). Perhelatan olahraga empat tahunan yang berlangsung 9-20 September 2024 tersebut mengangkat tema Bersatu Kita Juara. -ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/wpa -
Medan - Setahun setelah proklamasi Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, berdirilah Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI).
Dua tahun dari tahun itu, pada 1948, dunia berencana menggelar Olimpiade di London. Indonesia berencana mengikutinya.
BACA JUGA:Galang dan Aldi Raih Podium di World Supersports 300 Prancis
BACA JUGA:Sembuh Cedera, Arbi Siap Tunjukkan Performa Terbaik di FIM JuniorGP Jerez
Dalam suasana perang, PORI mempersiapkan sejumlah atlet guna mengikuti Olimpiade London 1948.
Tapi sampai tahun itu, tak ada negara Barat yang mengakui kemerdekaan Indonesia, termasuk Inggris yang menjadi tuan rumah Olimpiade tersebut.
Waktu itu Indonesia sudah menerbitkan paspor sendiri, tapi Inggris tak mengakuinya. Inggris lalu menyarankan atlet-atlet Indonesia menggunakan paspor Belanda, yang tentu saja ditampik mentah-mentah oleh PORI.
Tujuan Indonesia mengikuti Olimpiade itu adalah menunjukkan eksistensi Indonesia kepada dunia.
Gagal mengikuti Olimpiade 1948, Indonesia menggelar acara tandingan bernama Pekan Olahraga Nasional dari 8 sampai 12 September 1948, sebulan setelah Olimpiade 1948 rampung.
Sama dengan tujuan mengikuti Olimpiade 1948, PON 1948 di Solo juga berusaha menunjukkan eksistensi Indonesia kepada dunia.
Empat tahun kemudian, Indonesia akhirnya mengikuti Olimpiade 1952 di Helsinki, Finlandia, tiga tahun setelah negara-negara Barat mengakui kemerdekaan Indonesia.
Olimpiade pertama yang diikuti Indonesia itu berselisih satu tahun dari PON II di Jakarta pada 1951.
Tapi saat itu PON tak lagi diupayakan untuk menunjukkan eksistensi Indonesia kepada dunia, melainkan untuk merekatkan persatuan Indonesia, apalagi waktu itu separatisme mengancam berbagai wilayah Indonesia.
Prioritas utama PON sebagai wadah menguatkan persatuan nasional tak berubah sampai kini. Bahkan pada 2007, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tentang penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Nasional Olahraga.
Di situ ditegaskan bahwa fungsi PON adalah (1) memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, (b) menjaring bibit atlet potensial, dan (c) meningkatkan prestasi olahraga.
Itu adalah salah satu pernyataan eksplisit mengenai tujuan PON yang tetap diabdikan untuk persatuan dan kesatuan bangsa, sedangkan menjaring talenta olahraga dan meningkatkan prestasi olahraga disebutkan kemudian yang menunjukkan skala prioritas ketiga tujuan PON itu.
Tak ada yang salah dari prioritas itu. Negara memang memerlukan wadah yang menyatukan masyarakatnya agar integrasi nasional terawat kuat.
Namun, prioritas itu acap mengesampingkan keperluan menjaring talenta dan meningkatkan prestasi olahraga nasional.
Akibatnya, ada kesenjangan antara hasil PON dengan prestasi olahraga nasional dalam ajang multicabang lebih tinggi, seperti Asian Games dan Olimpiade.
Dalam Olimpiade misalnya, sejak Indonesia mengikuti Olimpiade pada 1952, baru empat cabang olahraga yang mempersembahkan medali, yakni panahan, bulutangkis, angkat besi, dan panjat tebing.
Dalam kurun 1952-2024, Indonesia baru mendapatkan 40 medali yang itu pun diawali pada Olimpiade Seoul 1988.
Sepuluh dari 40 medali itu adalah emas, yang baru bisa disumbangkan oleh bulu tangkis, angkat besi dan panjat tebing. Dua terakhir ini mendapatkan emas pada Olimpiade Paris 2024. Panjat tebing membuatnya pada debut Olimpiade cabang ini.
Di level Asian Games pun prestasi Indonesia tak cukup cemerlang.
Sejak pertama mengikuti Asian Games pada 1951 sampai edisi terakhir di China pada 2022, baru 39 cabang olahraga yang mempersembahkan medali. Total, 492 medali dikumpulkan Indonesia dalam kurun 1951-2022.
Dari jumlah itu, 98 di antaranya medali emas, yang disumbangkan oleh 20 cabang olahraga. Padahal jumlah cabang olahraga dalam PON semakin banyak.
Ke-20 cabang itu adalah bulu tangkis, tenis, tinju, karate, angkat besi, atletik, balap sepeda, wushu, sepak takraw, pencak silat, perahu naga, taekwondo, dayung, panjat tebing, menembak, boling, paralayang, layar, loncat indah, dan jet ski.