Ahli Sebut KONI Bukan Objek Pajak
Ahli dari jaksa penuntut umum memberikan penjelasan terkait pemungutan pajak dan pembelanjaan yang dilakukan KONI Kota Sungai Penuh dalam kegiatan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov).-Hanif Azaki/Jambi Independent -
JAMBI– Sidang tindak pidana korupsi dengan terdakwa Khairi, Beny Zekmana, Triko, dan Kushaeri kembali digelar di Pengadilan Negeri Jambi pada Selasa, 19 November 2024.
Sidang kali ini beragendakan keterangan ahli dari jaksa penuntut umum yang dihadirkan untuk memberikan penjelasan terkait dengan pemungutan pajak dan pembelanjaan yang dilakukan oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Sungai Penuh dalam kegiatan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov).
Ahli yang dihadirkan dalam persidangan ini adalah Reginaldi, seorang ahli pajak dari Padang Aro. Dalam keterangannya, Reginaldi mengungkapkan bahwa KONI bukan merupakan objek pajak, sehingga tidak wajib melakukan pemungutan atau pemotongan pajak.
Menurutnya, KONI seharusnya menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) milik KONI itu sendiri dalam proses pemungutan pajak. Namun, dalam perkara ini, KONI justru menggunakan NPWP milik Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Sungai Penuh.
BACA JUGA:Butuh Uang untuk Beli Sabu 2 Pria di Jambi Curi AC Outdoor
BACA JUGA:Polisi Amankan 13 Tersangka Kasus Tindak Pidana Pencurian Orang
“Memang KONI bukan instansi pemerintah, tetapi dalam hal ini KONI diberikan dana hibah oleh Pemerintah Kota Sungai Penuh untuk mengelola kegiatan Porprov. Oleh karena itu, dalam hal pengelolaan dana hibah, ada beberapa ketentuan pajak yang perlu dipahami,” kata Reginaldi.
Lebih lanjut, ahli pajak tersebut menjelaskan mengenai pembelanjaan barang yang dilakukan oleh KONI untuk kebutuhan atlet, seperti tas, kaos, sepatu, dan perlengkapan lainnya. Reginaldi mengungkapkan bahwa ada barang-barang tertentu yang dikenakan pajak, namun ada juga yang tidak.
Sebagai contoh, untuk pembelian barang yang dikenakan pajak, tarif yang berlaku adalah 1,5 persen dari total pembelian.
Tanggapan atas keterangan ahli ini datang dari penasihat hukum terdakwa Kushaeri, Frandy Septior Nababan, SH. Ia menyatakan bahwa penjelasan ahli mengenai kewajiban pajak KONI terasa membingungkan. Meskipun KONI tidak dikenakan pajak, kenyataannya pajak tersebut sudah dibayarkan dan diterima, meskipun menggunakan NPWP Dispora.
“Dari pernyataan ahli sedikit membingungkan, karena di satu sisi KONI tidak wajib pungut pajak, tetapi pada kenyataannya pajak sudah dibayarkan dan diterima, meskipun menggunakan NPWP Dispora,” ujar Frandy.
Frandy juga menyoroti masalah perjalanan dinas dan biaya hotel yang sempat menjadi perbincangan dalam perkara ini. Menurutnya, ada kesepakatan mengenai biaya penginapan sebesar 30 persen dari taksasi pagu yang disepakati sebelumnya. Namun, praktiknya, biaya tersebut langsung dibayarkan ke hotel, bukan digunakan untuk mengganti biaya penginapan atlet secara pribadi.
“Seperti yang sudah disepakati oleh saksi dan terdakwa dari KONI, biaya penginapan sebesar Rp 174 ribu per orang itu sebenarnya tidak digunakan untuk mengganti biaya nginap, tetapi langsung dibayarkan ke hotel. Jadi, sebenarnya siapa yang dimintai pajak dalam hal KONI menggelontorkan dana kepada atlet-atlet ini? Ternyata tidak ada pajak yang dipungut dan tidak ada kewajiban pajak,” tandasnya. (mg05/ira)