Disidang di Pengadilan Militer Tersangka Penembakan Bos Rental Mobil

--

Tiga tersangka prajurit TNI AL yang menjadi tersangka kasus penembakan bos rental mobil di Tol Tangerang-Merak akan diadili di pengadilan militer. Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen TNI Hariyanto.

 

Kapuspen merespons sejumlah pertanyaan dan desakan publik yang meminta ketiga prajurit TNI itu diadili melalui pengadilan umum alias pengadilan negeri.

 

Adapun peradilan khusus ini dilakukan lantaran ketiga tersangka yakni Sertu AA, Sertu RH dan Kelasi Kepala BA berstatus anggota TNI aktif.

 

"Terkait desakan publik agar anggota TNI yang melakukan tindak pidana harus diadili di peradilan sipil/umum tidak dapat dilaksanakan karena militer aktif," kata Hariyanto, Kamis (9/1).

 

Kapuspen menjelaskan, alasan ketiganya diadili di Pengadilan Militer sudah sesuai dengan aturan hukum.

 

Anggota TNI aktif yang terlibat kasus hukum pidana akan diadili melalui pengadilan militer sesuai amanat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

 

"Sesuai dengan UU 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, pada Pasal 9 ayat 1 huruf a, menyebutkan bahwa pengadilan militer berwenang mengadili prajurit yang pada saat melakukan tindak pidana adalah militer aktif," tegasnya.

 

Oleh karenanya ketiga tersangka ini masih aktif sebagai anggota TNI, maka perkara tersebut akan ditangani di pengadilan militer.

 

"Dengan demikian, terhadap permasalahan tiga prajurit TNI tersebut akan diadili di Pengadilan Militer karena ketiga prajurit TNI tersebut tunduk pada justisiabel Pengadilan Militer," pungkas Hariyanto.

 

Untuk diketahui, sejumlah pihak mendesak asus penembakan Ilyas Abdurahman (48), bos rental mobil yang ditembak di Rest Area KM 45 Tol Tangerang-Merak agar diadili di peradilan umum atau pengadilan negeri. 

 

Sebab, peradilan umum dirasa pas sebagai fungsi pengawasan publik dalam mengawal kasus tragis itu.

 

Desakan proses peradilan umum itu didorong oleh Amnesty International Indonesia.

 

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengungkapkan hal ini karena kasus yang melibatkan TNI-Polri marak terjadi.

 

Amnesty pun mendesak pemerintah dan DPR RI untuk melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan