Perjuangan Palestina Cerminkan Tuntutan Keadilan Global Bukan Sekadar Isu Regional

Ilustrasi Palestina di Jalur Gaza selama beberapa waktu terakhir. -antara-Jambi Independent

Istanbul- Akademisi asal Universitas Leeds, Inggris, Salman Sayyid, menegaskan bahwa perjuangan rakyat Palestina bukan sekadar isu regional, melainkan cerminan dari tuntutan global terhadap keadilan dan penataan ulang tatanan dunia. Hal tersebut ia sampaikan dalam konferensi Reorienting Resistance, bagian dari rangkaian Critical Muslim Studies yang digelar di Istanbul pada Sabtu (31/5).

Menurut Sayyid, situasi yang dialami Palestina menunjukkan keterbatasan umat Muslim secara global dalam memengaruhi arah kebijakan internasional maupun sistem pemerintahan mereka sendiri. Ia menilai bahwa kegagalan dalam memberikan perlindungan terhadap rakyat Palestina mencerminkan kelemahan serius dalam sistem global saat ini.

“Jika kita bahkan tidak mampu melindungi mereka yang mengalami penderitaan secara nyata di hadapan mata dunia, maka sudah saatnya kita mempertanyakan kembali struktur dan nilai-nilai tatanan internasional yang ada,” ujarnya. Ia juga menyoroti bahwa Palestina merupakan satu dari sedikit contoh negara kolonial pemukim yang masih eksis hingga kini.

Sayyid menyebutkan bahwa meskipun kekuatan besar dunia terus mendukung status quo, dukungan internasional terhadap Palestina terus tumbuh, terlihat dari sikap sejumlah negara di Amerika Latin yang memilih memutuskan hubungan diplomatik dengan Tel Aviv sebagai bentuk solidaritas.

BACA JUGA:Lewat Festival Tumpah Ruah, Maulana-Diza Bangkitkan Lagi Kenangan Kota Tua Jambi

BACA JUGA:Menteri PU Percepat Pembangunan Pos Lintas Batas Negara

Dalam wawancara bersama kantor berita Anadolu, Sayyid menyoroti bagaimana narasi perlawanan telah lama dimarjinalkan di media dan institusi akademik Barat, terutama sejak era Perang Dingin. Ia menyebut bahwa prinsip-prinsip tatanan liberal seperti kesetaraan dan keadilan belum mampu menjawab berbagai ketimpangan yang dialami umat Muslim dan komunitas tertindas lainnya.

Konferensi di Istanbul, menurut Sayyid, menjadi ruang penting untuk merekonstruksi wacana global tentang Islam dan umat Muslim. Ia menekankan pentingnya membangun solidaritas lintas negara dalam menghadapi tantangan bersama yang bersifat transnasional.

Mengangkat tema dekolonisasi dan emansipasi, konferensi ini menyoroti pentingnya pembebasan tidak hanya secara politik, tetapi juga secara intelektual dan budaya. Sayyid menilai bahwa meskipun banyak negara mayoritas Muslim telah meraih kemerdekaan formal, kedaulatan sejati masih belum terwujud secara penuh.

“Demokrasi yang sejati hanya mungkin terjadi jika pemerintah mampu membuat keputusan secara mandiri tanpa tekanan dari kekuatan luar,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa tanpa otonomi dalam pengambilan kebijakan, proses pemilu hanya menjadi formalitas tanpa substansi.

Konferensi ini dihadiri oleh akademisi dan peneliti dari berbagai negara yang berupaya menyusun ulang paradigma global dalam memahami perlawanan, keadilan, dan posisi umat Muslim dalam dinamika internasional saat ini. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan