500 KK Terdampak Sengketa, Pemprov Jambi Desak Penyelesaian Tapal Batas dengan Sumsel

Gubernur Jambi, Al Haris -IST/Jambi Independent-Jambi Independent
JAMBI - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk segera menyelesaikan persoalan tapal batas antara Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Hingga kini, persoalan itu belum menemui kejelasan.
Gubernur Jambi, Al Haris, menyampaikan keprihatinannya terhadap dampak yang ditimbulkan bagi warga akibat ketidakpastian status wilayah, khususnya di kawasan perbatasan Kabupaten Muarojambi dan Kabupaten Musi Banyuasin.
“Pemerintah Provinsi akan segera mengirim surat resmi ke Kemendagri untuk meminta peninjauan ulang. Kasihan warga kita, tanah leluhur mereka secara administratif justru masuk wilayah Sumatera Selatan,” ujar Al Haris.
Menurutnya, meskipun secara prinsip wilayah tersebut masih berada dalam cakupan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kejelasan batas wilayah tetap penting. Hal ini demi kelancaran pelayanan publik, kejelasan hukum atas tanah, serta memudahkan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
BACA JUGA:Pramuka Siap Dukung Ketahanan Pangan, Saka Taruna Bumi Kota Jambi 2025–2030 Dilantik
BACA JUGA:Al Haris Dorong Manajemen Persampahan, Dengan Cara Berkelanjutan dan Inovatif
Masalah tapal batas yang dimaksud terjadi di wilayah Desa Persiapan Sawit Mulyo Rejo (sebelumnya Desa Ladang Panjang), Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muarojambi, yang berbatasan langsung dengan Desa Mekar Jaya, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumsel. Persoalan ini bukan hal baru, dan telah diajukan sejak tahun 2023.
Namun, proses penyelesaiannya sempat tertunda akibat kebijakan moratorium dari pemerintah pusat, menjelang dan selama pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024. Moratorium tersebut menghentikan sementara seluruh proses penetapan batas wilayah administratif di Indonesia demi menjaga stabilitas politik dan sosial.
“Batas wilayah itu secara historis sudah ada sejak tahun 1958, berdasarkan patok batas lama, kawasan itu masuk wilayah Kabupaten Muaro Jambi—yang dulunya merupakan bagian dari Kabupaten Batang Hari,” kata Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Provinsi Jambi, Lutfiah.
Ia menambahkan bahwa secara geografis, batas wilayah Jambi dan Sumsel di area tersebut sebenarnya dipisahkan oleh Sungai Medak. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, administrasi wilayah menjadi kabur, sehingga menyebabkan dualisme pelayanan publik dan kebingungan warga dalam hal legalitas tanah dan akses layanan.
Akibat dari belum tuntasnya penetapan tapal batas ini, sekitar 500 Kepala Keluarga (KK) di wilayah tersebut terdampak langsung. Mereka mengalami kebingungan administrasi, mulai dari pendaftaran identitas kependudukan, kepemilikan lahan, hingga akses terhadap layanan pendidikan dan kesehatan.
“Saat ini, fasilitas umum seperti satu unit sekolah dan satu Puskesmas yang dibangun oleh Pemprov Jambi, berada dalam wilayah sengketa. Ini tentu menyulitkan bagi pemerintah untuk menyalurkan anggaran dan memastikan pelayanan berjalan maksimal,” lanjut Lutfiah.
Gubernur Jambi dan Gubernur Sumsel telah menyatakan kesediaan untuk duduk bersama dan membahas tapal batas tersebut. Namun, hingga kini belum ada waktu yang tepat untuk pertemuan resmi tingkat gubernur. (Enn/zen)