BPN Sebut HGU Tak Masuk Kawasan Hutan, Warga Transmigran Mengaku Lahan Dicaplok PT PSJ

Kepala Kantor Pertanahan Tanjab Barat dan saksi-saksi dari transmigran yang dihadirkan jaksa penuntut umum dalam sidang dugaan korupsi PT Produk Jambi Sawitindo (PSJ), baru-baru ini. -IST/Jambi Independent-Jambi Independent
Jambi – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penggunaan kawasan hutan oleh PT Produk Jambi Sawitindo (PSJ) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jambi. Persidangan kali ini menghadirkan tiga warga transmigran dari Desa Batangasam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, yakni Sairan, Suratin, dan Untung Basuki.
Ketiganya mengaku sebagai peserta program transmigrasi tahun 1994. Dalam kesaksiannya, mereka menyatakan hanya menerima lahan pekarangan (LU1) dari pemerintah, sementara lahan usaha pertanian (LU2) seluas 1 hektar yang seharusnya diberikan kepada setiap kepala keluarga tidak pernah mereka dapatkan.
“Lahannya dikuasai PT PSJ, sejak 2002 sudah diambil. Tahun 2005 mulai dipanen oleh pihak perusahaan,” ujar Sairan di hadapan majelis hakim, yang kemudian dibenarkan oleh dua saksi lainnya, Selasa 1 Juli 2025.
Menurut para saksi, lahan transmigran tersebut sempat ditawarkan untuk dimitrakan oleh kepala desa saat itu. Namun, meski warga menyetujui, hasil kerja sama tak pernah mereka terima.
BACA JUGA:Asas Hukum Acara TUN
BACA JUGA:Komisaris dan Direktur PT. JII Tanpa Intervensi, Calon Komisaris dan Direktur Ikuti Psikotes
Menanggapi pertanyaan Ketua Majelis Hakim Syafrizal Fakhmi soal upaya yang telah dilakukan, para warga mengaku sudah mengajukan permohonan ke pemerintah desa. Pada 2008, tim dari BPN sempat melakukan pengukuran, namun hasilnya tidak pernah ditindaklanjuti. Mereka juga menyampaikan keluhan ke Tim Terpadu (Timdu) Kabupaten Tanjab Barat pada 2019, tetapi belum ada penyelesaian hingga kini.
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum juga menghadirkan Kepala Kantor Pertanahan (Kakan) Tanjung Jabung Barat, Idian Huspida. Ia menjabat sejak 2023 dan mengaku belum mengetahui secara detail soal konflik lahan tersebut karena baru mengetahui kasus ini saat mulai ditangani oleh Kejari Tanjab Barat.
Idian menjelaskan bahwa dua Hak Guna Usaha (HGU) milik PT PSJ—yakni HGU Nomor 50 dan 51 yang terbit pada 2015 dengan luasan masing-masing 1.044 hektar dan 200 hektar—telah melalui proses overlay dengan peta kawasan hutan dan dinyatakan berada di luar kawasan hutan.
Namun, saat ditanya hakim soal kemungkinan tumpang tindih HGU dengan lahan transmigrasi, Idian menyebut bahwa hal itu menjadi kewenangan pemerintah kabupaten. BPN baru akan menerbitkan sertifikat bila ada permohonan resmi, dan selama tidak ada pengajuan, tidak akan ada penerbitan sertifikat.
Hakim pun menekan Idian agar memberikan penjelasan yang lebih rinci soal klaim bahwa HGU PT PSJ tidak menyerobot lahan transmigran. Namun, Idian tidak dapat memberikan titik koordinat pasti yang membuktikan hal tersebut.
“Siapa yang bisa memastikan? Kalau bapak bilang tidak menyerobot, buktinya harus ada. Koordinat lengkap harus bisa ditunjukkan,” tegas hakim.
Setelah persidangan, Idian enggan memberikan komentar lebih lanjut kepada awak media dan menolak direkam. Namun ia tetap bersikeras bahwa HGU PT PSJ tidak berada di dalam kawasan hutan maupun lahan peruntukan transmigrasi.
Sementara itu, terkait klaim warga soal lahan mereka yang kini dikuasai koperasi yang bekerja sama dengan PT PSJ, Idian menyatakan pihaknya masih akan menelusuri keberadaan objek lahan tersebut. (ira)