Gejalanya Sering Dianggap Remeh, Ternyata Myasthenia Gravis Bisa Berujung Kematian Jika Terlambat Ditangani

ilustrasi Myasthenia Gravis (MG) .-shutterstock-

JAKARTA – Myasthenia Gravis (MG), penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf dan otot, dapat menyebabkan komplikasi serius hingga kematian jika tidak ditangani secara tepat dan dini.

Hal ini disampaikan oleh dr. Ahmad Yanuar Safri, SpS(K), Dokter Spesialis Saraf dari RSCM.

MG ditandai dengan kelemahan otot yang datang dan pergi, dengan gejala umum seperti kelopak mata turun, suara sengau, penglihatan ganda, hingga sulit menelan.

Gejala ini sering kali dianggap remeh atau disalahartikan sebagai kelelahan biasa.

BACA JUGA:Setelah 3 Hari Dinyatakan Hilang, Jenazah Hendra Ditemukan 31 KM dari Lokasi Awal

BACA JUGA:Operasi Patuh 2025 Dimulai, Polda Jambi Kerahkan Pasukan Demi Keselamatan Berlalu Lintas

“Jika diagnosis terlambat, risiko krisis miastenik—yakni kondisi kegawatdaruratan akibat gagal napas—meningkat tajam. Ini bisa berujung pada kematian,” jelas dr. Yanuar.

Menurutnya, MG tidak hanya mengancam kesehatan fisik, tetapi juga berdampak pada produktivitas kerja, interaksi sosial, dan menimbulkan beban ekonomi yang besar bagi pasien dan keluarga.

Ia menegaskan pentingnya akses terhadap pengobatan yang tepat, konsisten, dan terjangkau untuk menjaga kualitas hidup penderita.

Senada, dr. Zicky Yombana, Sp.S, dari RS Brawijaya Saharjo, menambahkan bahwa kesadaran masyarakat masih rendah. Banyak pasien terlambat berobat karena mengandalkan informasi dari internet dan menunda konsultasi medis.

BACA JUGA:Cara Mengatasi Emotional Baggage

BACA JUGA:Termasuk Kerinci, Fenomena Suhu Dingin Bediding Masih akan Terjadi hingga September 2025, Ini Penjelasan BMKG

“Sebagai dokter sekaligus penyintas MG, saya menekankan pentingnya diagnosis dini. Kelemahan otot yang hilang timbul tidak boleh diabaikan. Konsultasi ke dokter saraf adalah langkah awal yang sangat penting,” ujarnya. (*)

Presiden Direktur Menarini Indonesia, Idham Hamzah, turut mendorong kolaborasi lintas sektor untuk meningkatkan pemahaman publik tentang MG.

Edukasi yang berkelanjutan dinilai penting guna menekan angka keterlambatan diagnosis dan memastikan pasien mendapat terapi yang berkelanjutan. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan