Klarifikasi Sri Mulyani: Tidak Pernah Sebut Guru Beban Negara

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.-IST/Jambi Independent-Jambi Independent j

 

JAKARTA, JAMBIKORAN.COM – Media sosial kembali diramaikan dengan perbincangan soal pendidikan.

Kali ini, kata “guru” menjadi trending di platform X (dulu Twitter) usai beredarnya cuplikan video pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang dinilai kontroversial oleh sejumlah warganet.

 

Potongan video yang beredar memperlihatkan seolah-olah Sri Mulyani menyebut guru sebagai “beban negara”, yang memicu kecaman dari berbagai kalangan.

Namun, setelah ditelusuri, pernyataan asli dalam forum Konvensi Sains dan Teknologi 2025 di Bandung itu ternyata telah dipotong dan disunting sehingga menimbulkan kesan keliru.

 

Dalam pidato lengkapnya, Sri Mulyani sebenarnya membahas tantangan dalam pengelolaan anggaran pendidikan, termasuk pembiayaan gaji dan tunjangan guru serta dosen, tanpa menyebut profesi guru dalam konteks negatif.

 

“Kami memahami keluhan bahwa gaji guru dan dosen dianggap belum layak. Ini menjadi bagian dari tantangan pembiayaan negara, apakah semuanya harus dibiayai pemerintah atau ada dukungan dari masyarakat,” ungkapnya dalam acara tersebut.

 

Sri Mulyani juga menyinggung pentingnya efektivitas anggaran melalui mekanisme tunjangan kinerja berbasis capaian di lingkungan perguruan tinggi.

Ia menegaskan bahwa penilaian kinerja tersebut merupakan kewenangan masing-masing institusi pendidikan, bukan sepenuhnya di bawah kontrol pemerintah pusat.

 

Tahun 2025, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp724,3 triliun, atau 20 persen dari total APBN.

Dana ini mencakup berbagai program strategis seperti KIP Kuliah, Program Indonesia Pintar, tunjangan guru dan dosen, serta pengembangan infrastruktur pendidikan.

 

Pakar komunikasi publik menilai viralnya potongan video tersebut sebagai bentuk disinformasi yang berbahaya, terutama jika menyangkut profesi penting seperti guru.

 

Kementerian Keuangan berharap publik lebih cermat memilah informasi dan memeriksa sumber resmi sebelum menyebarkan isu yang berpotensi menyesatkan opini publik.

 

“Kita harus hati-hati dalam menanggapi isu sensitif. Apalagi jika kontennya sudah melalui proses editing yang tidak mencerminkan konteks sesungguhnya,” ujar salah satu pengamat pendidikan.

 

Pemerintah menegaskan bahwa perhatian terhadap guru dan tenaga pendidik tetap menjadi prioritas, baik dari sisi kebijakan maupun alokasi anggaran.(*)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan