Tionghoa Sholehah

Dahlan iskan--

Kian banyak lembaga pengirim calon mahasiswa Indonesia ke Tiongkok. Beberapa yang besar: Everyday Mandarin, Greatwall, Cny, I Can, Icati, Yayasan Baik, dan Panda Education. Tentu saja yang satu ini juga besar: ITCC --Indonesia Tiongkok Culture Centre.

Yang terakhir itu akan memberangkatkan calon mahasiswanya tanggal 30 Agustus lusa. Jumlah yang berangkat 250 orang. Mereka akan kuliah di sembilan universitas di Tiongkok.

Sudah delapan tahun ITCC melakukannya. Anda sudah tahu siapa di belakang ITCC.

Sebelum Covid-19 pernah mencapai 350 orang. Setelah Covid jumlahnya menurun. Tahun ini mulai naik lagi ke 250 orang.

BACA JUGA:Bupati Pati Penuhi Panggilan KPK, Ditanya Soal Aliran Dana Kasus DJKA Kemenhub

BACA JUGA:Pengganti Uni Sudah Tiba di Taman Rimba

Kalau saja anggaran Pemda tidak menurun, jumlah itu bisa kembali ke 350.

Di masa lalu banyak Pemda memberikan dukungan kepada anak muda di daerah untuk kuliah di luar negeri. Misalnya dari Papua –atas subsidi dari Pemda setempat. Apalagi subsidinya tidak besar karena biaya kuliahnya didapat dari universitas di sana.

Sudah banyak calon dokter dari Papua yang kini kuliah di Tiongkok.

Tahun ini pilihan jurusannya masih sama: bisnis internasional, e-commerce, kedokteran, dan artificial intelligence.

Sedang kota tempat kuliah pilihan lebih banyak di kota Hangzhou, Nantong, Nanjing, Nanning, Wuhan, Chengdu, dan Shenzhen.

Pondok pesantren seperti Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, punya jalur sendiri. Inilah pondok pesantren terbanyak kirim mahasiswa ke Tiongkok. Setiap tahun. Tidak pernah absen.

Tahun ini memberangkatkan lagi enam santri. Peminatnya lebih banyak tapi proses seleksinya diperketat. Di pondok pesantren Nurul Jadid memang ada jurusan bahasa Mandarinnya.

Enam orang itu adalah Ahmad Sultan Alaudin, Elvira Aulia Putri, Joenatha, Hijriyatus Sholehah, Nadia Khotimatul, Muhammad Munir, dan Ramadhana Catriona Zerlinda. Lebih banyak santriwatinya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan