Eksepsi Mantan Wawako Ditolak

TOLAK : Sidang pembacaan putusan sela terhadap dua terdakwa Fitrianti Agustinda dan Dedi Sipriyanto, dimana majelis menolak eksepsi keduanya.-Ist/Jambi Independent-Jambi Independent

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Palembang yang dipimpin Masriati SH MH menolak eksepsi yang diajukan dua terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) pada Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang Tahun 2020–2023, dalam sidang, Selasa (21/10). 

Dalam putusan sela tersebut, majelis menilai dalil keberatan yang disampaikan kedua terdakwa, yakni Fitrianti Agustinda, mantan Wakil Wali Kota Palembang, dan suaminya, Dedi Sipriyanto, tidak beralasan hukum dan harus dibuktikan dalam pokok perkara. 

“Menolak eksepsi dari para terdakwa seluruhnya. Menyatakan pemeriksaan perkara tetap dilanjutkan ke tahap pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi,” tegas hakim ketua. 

Selain itu, majelis hakim juga menilai bahwa seluruh dalil tersebut tidak termasuk dalam kategori eksepsi sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan harus dibuktikan dalam persidangan pokok perkara. 

BACA JUGA:Cekcok di SPBU, Berujung Tewasnya Seorang Sopir

BACA JUGA:Motif Belum Diketahui, Wanita Muda Tewas Gantung Diri

Dengan ditolaknya eksepsi tersebut, majelis hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syahran Jafizhan SH MH, Kasubsi Penuntutan Bidang Pidsus Kejari Palembang, untuk melanjutkan perkara ke tahap pembuktian dan menghadirkan para saksi. Sidang lanjutan dijadwalkan digelar Selasa pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan antara lima hingga sepuluh saksi pertama. 

Sebelumnya, dalam sidang perdana pembacaan dakwaan oleh JPU Kejari Palembang yang dibacakan oleh Syahran Jafizhan SH pada Selasa (30/9) lalu, disebutkan bahwa mantan Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda dan suaminya, Dedi Sipriyanto, didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan menggunakan dana Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Kota Palembang yang bersumber dari Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) di luar keperluan atau kepentingan UTD PMI Kota Palembang serta tidak melaksanakan pengadaan barang dan jasa secara transparan dan akuntabel. 

“Dari pos pengeluaran tahun 2020 sampai dengan 2023 tersebut terdapat beberapa pengeluaran yang tidak digunakan untuk keperluan atau kepentingan UTD PMI Kota Palembang, yakni membeli kebutuhan pribadi kedua terdakwa,” terang jaksa. 

Lanjut JPU, perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4.092.104.950. Perhitungan tersebut sesuai dengan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas kasus tersebut dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan. 

“Perbuatan mengelola keuangan UTD PMI Kota Palembang tidak secara transparan, tertib, dan akuntabel, menggunakan dana UTD PMI Kota Palembang yang bersumber dari BPPD tidak untuk keperluan atau kepentingan UTD PMI Kota Palembang, serta tidak melaksanakan pengadaan barang dan jasa secara transparan dan akuntabel,” katanya. 

Jaksa juga merinci aliran kerugian negara, yakni kepada terdakwa Fitrianti Agustinda sebesar Rp2.440.114.250, terdakwa Dedi Sipriyanto sebesar Rp30.250.000, kepada kedua terdakwa lagi sebesar Rp1.477.740.700, dan kepada saksi Agus Budiman sebesar Rp144.000.000. 

Jaksa juga menguraikan beberapa kebutuhan pribadi kedua terdakwa berupa pembelian parsel Lebaran, belanja kebutuhan rumah tangga, pembelian ayam, pembayaran listrik, uang sekolah anak, krim wajah, serta kebutuhan pribadi lainnya. “Total uang yang digunakan tidak sesuai peruntukannya dari tahun 2020–2023 sebesar Rp664.129.000,” ujarnya. 

Selanjutnya, atas perintah terdakwa, untuk menutupi pengeluaran uang pribadi tersebut, kedua terdakwa memerintahkan saksi MH dibantu saksi AR (Kasi Kepegawaian dan Diklat), saksi SF (Kasi Administrasi dan Umum), saksi dr. SDP (Kepala UTD PMI Kota Palembang tahun 2020–Mei 2022), saksi dr. AJ (Kepala UTD PMI Kota Palembang Juni 2022–Desember 2023), saksi DPS (Kasi Loket dan Kas Kecil), dan saksi AP (Kasi Penagihan dan Piutang) untuk membuat pertanggungjawaban berupa belanja fiktif beras dan sembako. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan