BRIN Sebut 200 Pulau Diperjualbelikan, Jakarta dan Maluku Utara Paling Banyak

ilustrasi --

JAMBIKORAN.COM - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaporkan bahwa sekitar 200 pulau kecil di Indonesia telah diperjualbelikan hingga tahun 2023. Sebagian besar pulau-pulau yang diprivatisasi ini berada di DKI Jakarta dan Maluku Utara.

Kepala Pusat Riset Politik BRIN, Athiqah Nur Alami, menyatakan bahwa data ini didapatkan dari berbagai organisasi nirlaba.

"Sebanyak 200 pulau tersebut paling banyak berada di DKI Jakarta dan Maluku Utara," kata Athiqah dilansir Antara.

BACA JUGA:8 Cara Ampuh Mencegah Diabetes pada Anak

BACA JUGA:Houthi: Kami Akan Balas Serangan Udara Israel

Selain privatisasi, Athiqah juga menyoroti dampak negatif dari industri ekstraktif di pulau-pulau kecil. Industri ini, yang meliputi pertambangan, eksplorasi minyak dan gas, serta penangkapan ikan secara besar-besaran, berdampak negatif terhadap masyarakat di pulau-pulau kecil dan pesisir Indonesia.

Menurutnya, kegiatan industri ekstraktif dapat menyebabkan pulau kecil tenggelam, yang menunjukkan kerentanan di daerah pesisir yang bersifat ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya. "Ini tidak hanya disebabkan oleh perubahan iklim, tetapi juga oleh aktivitas industri ekstraktif," ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa aktivitas industri ekstraktif berdampak pada masyarakat setempat, dengan mengurangi akses mereka untuk melaut.

“Ruang hidup mereka terasa terampas, yang ditandai dengan semakin terbatasnya akses masyarakat untuk melaut,” kata Athiqah.

BACA JUGA:Donatur Utama Demokrat Tolak Dukung Kamala Harris sebagai Kandidat Presiden

BACA JUGA:Evakuasi Besar-besaran di Khan Yunis, Israel Persiapkan Serangan Terhadap Hamas

Selain itu, Athiqah menyebutkan bahwa kegiatan industrialisasi seperti proyek hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, serta pertambangan bijih besi dan tambang emas di Sulawesi Utara, berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem di pesisir laut dan pulau-pulau kecil.

"Dampak lingkungannya jelas, dengan terjadinya pencemaran logam berat di sungai-sungai sekitar pabrik di wilayah tersebut. Khususnya pada pertambangan nikel, tidak hanya menyebabkan pencemaran air, tetapi juga pencemaran udara, kerusakan hutan, serta penggusuran lahan petani akibat ekspansi tambang," tambahnya. (*)

Tag
Share