Kades Kohod Jadi Tersangka Pemalsuan Sertifikat di Kasus Pagar Laut

--
Bareskrim Polri telah menetapkan Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin, sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terjadi di wilayah Pagar Laut, Tangerang. Penetapan ini dilakukan setelah gelar perkara yang melibatkan pihak eksternal.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menyampaikan bahwa selain Kades Kohod, terdapat tiga tersangka lain yang terlibat dalam kasus ini. Mereka adalah UK selaku Sekretaris Desa Kohod, SP sebagai penerima kuasa, dan CE yang juga bertindak sebagai penerima kuasa.
“Sebagaimana hasil penyelidikan kami, keempat tersangka telah kami tetapkan berdasarkan hasil gelar perkara. Mereka diduga terlibat dalam pemalsuan berbagai dokumen yang digunakan untuk pengajuan hak bangunan,” ujar Brigjen Djuhandhani dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (18/2).
Menurut Brigjen Djuhandhani, pemalsuan dokumen ini berlangsung sejak Desember 2023 hingga November 2024, didalangi oleh Kades dan Sekdes Kohod.
Dokumen yang dipalsukan meliputi girik, surat pernyataan penguasaan fisik sebidang tanah, surat pernyataan tidak sengketa, surat keterangan tanah, surat pernyataan kesaksian, serta surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat dari warga desa Kohod.
“Keempatnya diduga telah bersama-sama membuat dokumen palsu yang kemudian diajukan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang untuk proses pengukuran dan penerbitan sertifikat. Akibatnya, sebanyak 260 SHM terbit atas nama warga Kohod berdasarkan dokumen yang diduga palsu,” tambahnya.
Saat ini, pihak kepolisian masih terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat dalam praktik pemalsuan dokumen tanah di wilayah tersebut. Sementara itu, keempat tersangka dijerat dengan pasal terkait pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan peraturan pertanahan yang berlaku. (*)