Merebut Sendiri Peluang RI Jadi Negara Maju

IKN--

JAKARTA - "Tidak akan ada negara mana pun yang memberi kita karpet merah (menjadi negara maju) kalau kita tidak merebutnya sendiri, enggak ada. Jangan berharap itu."

Pernyataan tegas itu disampaikan Presiden Joko Widodo dalam acara Peresmian Pembukaan Kongres Nasional (Mahasabha XIII) Kesatuan Mahasiswa Hindu Darma Indonesia (KMHDI) Tahun 2023, di Auditorium Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah, 30 Agustus 2023.

Jokowi ingin menekankan kepada semua pihak bahwa kesempatan menjadi negara maju harus direbut atau diraih sendiri, tidak berpangku tangan dari negara lain.

Tahun 2023 menjadi tahun yang bersejarah bagi Indonesia. Selain Indonesia berhasil bangkit relatif cepat pasca-pandemi COVID-19 yang melanda seluruh negara di dunia, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga menunjukkan nyalinya untuk mendeklarasikan kesiapannya menjadi negara maju.

BACA JUGA:Penduduk Miskin di Jambi Turun 3,1 Persen pada 2023

BACA JUGA:Israel Akui Butuh Waktu Lama untuk Buru Pemimpin Sayap Militer Hamas

Pemerintahan Joko Widodo menegaskan kepada dunia mengenai keinginan Indonesia menjadi negara maju dan berdaulat, salah satunya melalui kebijakan hilirisasi yang mampu mendongkrak hasil ekspor Indonesia berkali-kali lipat.

Untuk diketahui, Pemerintah menargetkan pada 10 tahun yang akan datang, terhitung dari sekarang, produk domestik bruto (GDP) per kapita Indonesia mencapai 10.900 dolar AS atau Rp153 juta, sedangkan pada 15 tahun yang akan datang GDP per kapita Indonesia mencapai 15.800 dolar AS atau Rp217 juta.

Presiden pun berharap pada tahun 2045 atau masa 100 tahun kemerdekaan Indonesia atau yang dikenal dengan sebutan Indonesia Emas, pendapatan perkapita Indonesia sudah menyentuh angka 25.000 dolar AS atau Rp331 juta, dan Indonesia sudah menyandang predikat sebagai negara maju.

Negara maju yang ingin diwujudkan tentu bukan sekadar status, melainkan juga kemajuan nyata dalam sektor sumber daya manusia, infrastruktur, hingga kemampuan bangsa mengelola sumber daya alamnya sendiri melalui hilirisasi.

BACA JUGA:Trik SGIE

BACA JUGA: Al Hilal Kokoh di Puncak Klasemen Setelah Menang 2-0 atas Al Feiha

Kebijakan hilirisasi sejatinya bukan hal baru, tapi memang sangat kencang disuarakan di masa kepemimpinan Joko Widodo, utamanya sepanjang 2023. Presiden tentu punya alasan.

Sejak masa penjajahan VOC, sekitar 400 tahun yang lalu, Indonesia selalu mengekspor bahan mentah.

Dalam penjelasan sederhana, selama ini seluruh sumber daya alam yang dimiliki Indonesia dikeruk dan dijual begitu saja dalam kondisi bahan mentah.

Yang lebih parah lagi, tidak jarang bahan mentah yang telah dijual itu dikelola oleh negara lain, kemudian produk jadinya dijual kembali ke Indonesia dengan harga yang fantastis. Padahal, Indonesia punya kemampuan sendiri mengolah sumber daya alam dari bahan mentah menjadi barang yang memiliki nilai tambah melalui hilirisasi.

BACA JUGA:Thierry Henry Prediksi Kesulitan Arsenal Raih Gelar Juara Premier League 2023/2024

BACA JUGA:10 Film yang Merajai Tahun 2023 dan Meraih Pendapatan Miliaran Dollar!

Kasak-kusuk Indonesia tentang hilirisasi agaknya mulai ramai menjadi perhatian publik sejak 2022, saat Presiden mulai gencar, secara terus-menerus membicarakan pentingnya hilirisasi bahan tambang nikel.

Indonesia bersikeras mengolah sendiri bijih nikel menjadi barang bernilai tambah. Hingga akhirnya Indonesia digugat Uni Eropa melalui organisasi perdagangan dunia (WTO) dan dinyatakan kalah dalam sidang.

Alih-alih menyerah pada gugatan, Indonesia maju terus melakukan banding. Di sisi lain Presiden juga malah meminta jajarannya terus membangun smelter untuk pengolahan bijih nikel.

Bagi Presiden kalah–menang dalam upaya banding urusan belakangan. Toh jika kalah, setidaknya nanti smelter-smelter sudah terbangun dan Indonesia sudah siap dalam pengolahan.

BACA JUGA:Gara-gara Dimaki dan Diancam, Mahasiswa STIKBA Jambi Laporkan Seorang Perawat di RS Raden Mattaher ke Polisi

Adapun Hilirisasi yang ingin dilaksanakan Indonesia tidak terbatas pada nikel saja, namun juga bahan tambang lain, seperti bauksit, tembaga, timah.

Bahkan, lebih jauh lagi Indonesia sudah menyatakan siap melakukan hilirisasi di sektor nonpertambangan, misalnya sektor pertanian, perkebunan, hingga kelautan.

Salah satu yang tengah dikembangkan adalah hilirisasi rumput laut. Pemerintah menyatakan banyak produk turunan yang bisa dikembangkan dari rumput laut yang produksinya melimpah di Indonesia.

Rumput laut bisa diolah menjadi makanan, pupuk, pakan ternak, farmasi, hingga biofuel.

BACA JUGA:Soal Kejadian Kebakaran Tungku Smelter Morowali, Adian Desak Uang Duka Korban DIrealisasikan

Berdasarkan catatan, sedikitnya lima lokasi sudah ditetapkan untuk menjadi model percontohan pengolahan rumput laut, yakni Buleleng (Bali), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Rote Ndao di NTT, serta di NTB.

Sementara Wilayah Indonesia yang memiliki potensi hilirisasi rumput laut pun ada di 10 lokasi yang luasnya mencapai 12 juta hektare.

Hilirisasi memang menjadi langkah besar bagi sebuah negara untuk bisa menjadi negara maju.

Terlepas dari hal itu, semangat yang ingin ditunjukkan dari kebijakan hilirisasi tentu bukan sekadar soal untung-rugi, namun juga tentang bagaimana kedaulatan dan kemampuan Indonesia dalam mengelola sumber daya alamnya sendiri.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan