BANGKO - Jumlah penduduk miskin di Merangin, pada Maret 2024 sebesar 8,40 persen (ekuivalen dengan 33,49 ribu jiwa). Kondisi itu menunjukan menurun 0,5 poin, dibandingkan persentase jumlah penduduk miskin per-Maret 2023 sebesar 8,90 persen.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan Sekda Merangin Fajarman, usai mengikuti rilis data kemiskinan Kabupaten Merangin per-Maret 2024 yang digelar BPS Merangin, di Ruang MPC Bappeda Merangin, Rabu (31 Juli 2024) lalu.
“Namun demikian, di Provinsi Jambi kita masih berada diurutan ke delapan. Artinya angka pengangguran masih tinggi, hal ini kita maklumi karena Merangin mempunyai wilayah terluas dan berpenduduk terbesar ketiga di Provinsi Jambi,” ujarnya.
Kondisi itu, tentunya berpengaruh besar ke angka kemiskinan yang lebih tinggi. Untuk itu melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), Merangin harus mempunyai konsep penanggulangan kemiskinan yang lebih kongkrit lagi.
BACA JUGA:Dinas Dukcapil Kesulitan Data Warga SAD, Masih Kerap Berpindah Pindah
BACA JUGA:Dilarang Untuk Parkir Kendaraan, Badan Jalan Raya di Tanjab Timur
Merangin, terang Fajarman, harus membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya untuk penduduk usia produktif, meningkatkan ekomoni kerakyatan, dan meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Data garis kemiskinan per-Maret 2024 itu sebesar Rp 617.011/kapita/bulan, dimana orang yang mempunyai pengeluaran di bawah garis kemiskinan dikategorikan penduduk miskin,” terang Sekda.
Sedangkan komoditi penyumbang kontribusi tertinggi angka kemiskinan itu jelas Sekda, dipengaruhi sektor makanan seperti, beras, rokok, cabai merah, daging ayam dan telur ayam ras.
Pada sektor bukan makanan yang cukup mempengaruhi angka kemiskinan seperti, perumahan, bahan bakar minyak seperti Pertalite, gas kebutuhan masak sehari-hari, pendidikan dan kebutuhan listrik.
BACA JUGA:Siap Dongkrak Ekonomi dan Pariwisata, Kehadiran Jalan Tol Bayung Lencir-Tempino
BACA JUGA:Al Haris : Kenduri Swarnabhumi Edukasi Mengali Sejarah Sungai Batanghari
Terpisah, Kepala BPS Merangin, Kuswan mengatakan, angka kemiskinan yang dirilis adalah angka kemiskinan makro. Artinya kemiskinan yang digunakan hanya untuk evaluasi pembangunan, bukan kemiskinan yang digunakan untuk eksekusi program.
“Yang dimaksud orang miskin itu, orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, baik makanan maupun non makanan. Hal itu tercermin dalam garis, yaitu garis kemiskinan,” terang Kuswan. (*)