JAMBI - Saat ini, kondisi air Sungai Batanghari semakin menurun secara kualitas maupun kuantitas.
Perumda Air Minum Tirta Mayang, menghadapi tantangan serius untuk menjaga keberlangsungan pelayanan air bagi warga Kota Jambi.
Pernyataan itu disampaikan Direktur Utama Perumdam Tirta Mayang, Dwike Riantara, ketika menjadi salah satu narasumber dalam Kick-off Meeting dan Workshop Studi Penilaian Kualitas Sungai, Rabu, 28 Agustus 2024.
Workshop diselenggarakan oleh World Bank bersama Bappeda Provinsi Jambi, di Hotel Swissbel dan dihadiri para pemangku kepentingan dalam pelestarian sungai.
BACA JUGA:Karhutla di Muaro Jambi Sulit Dipadamkan
BACA JUGA:Bantuan Pangan Diberikan Bertahap, Di Tanjab Timur Melalui Bulog
Termasuk Dinas Lingkungan Hidup, Balai Wilayah Sungai Sumatera VI, Forum DAS Provinsi Jambi, dan para akademisi.
Menurut Dirut Tirta Mayang, diperlukan alternatif sumber air baku jika kondisi ekstrim terjadi pada Sungai Batanghari yang berakibat airnya tidak dapat dimanfaatkan.
Kondisi ekstrim dimaksud, misalnya, jika terjadi kering total atau tercemar berat.
“Kita harus memiliki sumber air baku alternatif yang dapat digunakan pada kondisi darurat agar penyediaan air bagi warga Kota Jambi tidak terhenti,” kata Dwike.
BACA JUGA:Normaliasi Parit Atasi Banjir
BACA JUGA:Tim Gabungan Selidiki Karhutla di Lahan PT AMM dengan Pengambilan Sampel dan Koordinat
Alternatif ini sangat mendesak, karena menurutnya, Tirta Mayang tidak memiliki sumber air baku lain kecuali Sungai Batanghari.
“Jika terjadi sesuatu yang ekstrim pada Sungai Batanghari, Kota Jambi akan mengalami krisis air luar biasa,” terang Dwike.
“Dalam lima tahun terakhir saja, kekeruhan air terus meningkat, terutama karena sedimentasi dari hulu, sementara volume dan tinggi muka air cenderung menurun,” jelasnya.