JAMBI - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi, menyoroti keresahan masyarakat Desa Pemayungan, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, yang telah berlangsung sejak tahun 2015.
Di mana terdapat konflik yang dipicu langkah PT Alam Bukit Tiga Puluh (ABT) yang memasang patok di lahan seluas 14 ribu hektar pada 4 Desember 2024 lalu.
Perusahaan mengklaim, lahan tersebut sebagai kawasan hutan lindung untuk restorasi ekosistem dan pengelolaan karbon.
Tetapi klaim ini menuai protes dari warga yang telah mengelola kebun di lokasi tersebut.
BACA JUGA:New Honda Scoopy Siap Menggebrak Jambi di Akhir Pekan Ini
BACA JUGA:Arsenal hancurkan Monaco, AC Milan menang tipis atas Crvena Zvevda
Direktur Eksekutif Walhi Jambi, Abdullah, menegaskan bahwa tindakan PT ABT menekan masyarakat kecil yang bergantung pada lahan tersebut untuk bertahan hidup.
Ia menilai, pihak perusahaan tidak memberlakukan hal yang sama terhadap tokoh-tokoh berpengaruh di daerah itu.
“Yang terdampak adalah masyarakat kecil. Sementara orang-orang yang punya posisi di DPRD atau pemerintahan tidak mendapat perlakuan seperti itu,” ujar Abdullah dalam konferensi pers di kantor Walhi, Rabu (11/12/2024).
Abdullah juga mengungkapkan bahwa, PT ABT kerap menuduh warga melakukan pembakaran lahan.
BACA JUGA:Polres Sarolangun Tangkap Anak di Bawah Umur
BACA JUGA:Menteri PANRB Resmikan Mal Pelayanan Publik (MPP) Merangin
Namun, ia membantah tuduhan tersebut karena lahan yang dituduhkan adalah milik warga sendiri.
“Tidak masuk akal mereka membakar kebun mereka sendiri,” tambahnya.
Dalam kunjungannya ke lokasi, Abdullah menyatakan bahwa terdapat bukti kebun-kebun tua yang menunjukkan warga telah lebih dahulu mengelola lahan sebelum kehadiran PT ABT.
“Ini membuktikan masyarakat yang lebih dulu ada di sana,” jelasnya.
BACA JUGA:Satpol PP Bungo Tertibkan PKL
BACA JUGA:DWP Kota Jambi Rayakan HUT ke-25: Wujudkan Transformasi Menuju Indonesia Emas 2045
Hasan, Ketua RT 11 Desa Pemayungan, yang turut hadir dalam konferensi pers, menambahkan bahwa setiap aksi PT ABT selalu melibatkan aparat keamanan dan pejabat pemerintah setempat.
Warga diminta menghentikan aktivitas berkebun di kawasan yang telah dipatok oleh perusahaan.
“Mereka mengatakan kawasan itu adalah hutan lindung, sehingga kami tidak boleh berkebun,” ungkap Hasan.
Masyarakat melalui berbagai tokoh, termasuk Abd Murad, Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Desa Pemayungan, mendesak pemerintah mencabut izin PT ABT.
BACA JUGA:XL Axiata dan Smartfren Umumkan Merger Strategis Bernilai IDR 104 Triliun
BACA JUGA:Dr Maulana Hadiri Perayaan Natal PGIW Jambi, Serukan Persatuan dan Damai
Murad mengungkapkan bahwa, perusahaan pernah menangkap warga dengan dalih melakukan penebangan hutan, meskipun aktivitas tersebut hanyalah pembersihan lahan.
Ketua BPD Desa Pemayungan, Islah Hamdan, juga menegaskan bahwa pemasangan patok oleh PT ABT dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
“Warga sudah mengelola lahan itu sejak 2008, jauh sebelum PT ABT datang,” katanya.
Warga tetap menolak klaim PT ABT karena perusahaan tidak pernah menunjukkan dokumen resmi pengelolaan kawasan tersebut.
BACA JUGA:Bahaya Asam Lambung yang Dibiarkan Tanpa Penanganan
Konflik ini, menurut mereka, hanya akan selesai jika izin operasional PT ABT dicabut. (mg06/zen)