JAMBI - Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provinsi Jambi, telah merampungkan pemeriksaan terhadap kasus pasien Kualam, pemegang BPJS kelas 3 yang harta bendanya habis untuk berobat di RSUD milik Pemprov Jambi tersebut.
BPRS juga sudah melakukan rapat akhir dan mengeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dikirimkan ke Gubernur Jambi, Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, dan RSUD Raden Mattaher sendiri.
BACA JUGA: Jalur Dua Bukit Tengah Bersifat Urgen, Nota Dinas PUPR Tak Direspon
BACA JUGA:Dana Desa dan ADD Tebo Tahun 2025 Meningkat
Dr Deden Sucahyana, Ketua BPRS Provinsi Jambi, sekaligus Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Jambi mengatakan, memang Ada maladministrasi yang terjadi.
Namun, maladministrasi tidak dilakukan oleh pihak rumah sakit, melainkan oleh salah satu dokter ortopedi yang bertugas di RSUD itu.
Sebagai badan pengawasan, lanjut Deden, pihaknya hanya bisa melakukan pemeriksaan namun tidak dapat mengeksekusi.
Pihaknya hanya bisa memberikan rekomendasi, pertama agar pihak RSUD tidak lepas tanggung jawab terhadap kasus itu, hanya karena maladministrasi dilakukan oleh oknum dokter.
"Tidak bisa RSUD bilang mereka sudah melakukan sesuai SOP, dan yang tidak sesuai prosedur adalah oknum dokter. Dokter itu kan kerja di RSUD, tetap berkaitan dengan tempatnya bekerja. Kami mengimbau RSUD tetap lakukan tindakan," katanya.
Kemudian, RSUD diminta untuk melakukan audit medis atau audit klinis.
Ini adalah salah satu bentuk tanggung jawab terhadap apa yang terjadi.
Pihak rumah sakit diminta untuk menindak lanjuti rekomendasi dari BPRS ini, selambat-lambatnya tiga minggu setelah LHP diterima pihak RSUD.
"Hari ini kami selesai rapat, LHP juga sudah ada. Besok (Selasa, red) kami kirimkan ke RSUD, Dinner Provinsi Jambi, dan Gubernur Jambi," katanya.
Dengan waktu tiga minggu tersebut, Deden menilai sudah cukup panjang bagi RSUD untuk menindak lanjuti.
Tidak ada alasan cuti Natal dan Tahun Baru, atau alasan lainnya sehingga tindak lanjut tidak tuntas.
"Jika salam tiga minggu itu ternyata RSUD tidak bisa menindak lanjuti, maka kami serahkan ke Gubernur Jambi untuk mengambil tindakan," katanya.
Sementara itu, Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Jambi, telah memanggil pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi, BPJS dan korban dugaan maladministrasi yang terjadi di RSUD Provinsi Jambi ini.
Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Jambi, Saiful Roswandi mengatakan dari pertemuan itu, pihak RSUD dan BPJS diminta untuk merujuk dan membiayai perobatan Kualam (59) yang merupakan korban di dalam persoalan ini.
Ia mengatakan, si korban akan dirujuk ke salah satu Rumah Sakit di Palembang, dengan catatan segala biaya dalam pengobatan Kualam akan ditanggung oleh pihak BPJS.
“Tinggal lagi kesiapan dari pihak si korban apakah menerima tawaran tersebut,” kata Saiful saat ditemui di kantornya, Senin (23/12).
Mengenai dugaan Maladministrasi yang dilakukan oleh pihak RSUD, Saiful mengatakan, itu merupakan persoalan individu antara pasien dengan oknum dokter yang bersangkutan.
Ia mengatakan, berdasarkan hasil pertemuan antara yang bersangkutan itu, ditemukan adanya komunikasi di luar ketentuan RSUD, antara si korban dengan dokter yang bersangkutan.
“Dengan persoalan ini, saya menghimbau seluruh pasien di Indonesia ini terutama di Provinsi Jambi agar tidak ada melakukan komunikasi di luar pelayanan yang ada di unit kerja sebuah rumah sakit,” katanya.
Mengenai dokter yang bersangkutan, Saiful telah menyerahkan kepada pihak pengawsan pelayanan RSUD Jambi untuk menindak lanjuti dan melakukan pemeriksaan terhadap dokter yang bersangkutan mengenai persoalan tersebut.
“Ini persoalan personal dan profesi dia. Ini sudah kita limpahkan kepada mereka (Ikatan Dokter Indonesia Provinsi Jambi, dan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi Jambi, red), nanti hasilnya kita serahkan kepada mereka,” bebernya.
BACA JUGA:Perbaikan Jembatan di Akhir Tahun, UPTD Alkal: Kita Lakukan Perawatan
Sebelumnya, kejadian ini menimpa Kualam (Usia 59) Warga Kasang Pudak, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muarojambi.
Saat ini korban nyaris lumpuh dan kehilangan harta benda sekaligus pekerjaannya.
Adapun kerugian yang dialami si korban selam berobat berkisar Rp 80 juta, untuk pembelian obat yang diakui oknum dokter spesialis ortopedi yang dipesan dari negara China, dengan nomor seri AK N00006024 DE 12mm. (Enn/zen)