Pagar Laut

Kamis 23 Jan 2025 - 21:25 WIB
Reporter : Dahlan Iskan
Editor : Dahlan Iskan

 

Pertautan Khozi dengan Didu terjadi saat Didu dilaporkan ke polisi untuk kali kedua. Para aktivis berkumpul mendukung Didu. Di situlah Khozi kenal mantan sekretaris kementerian BUMN itu.

 

Gerakan aktivis pun bergeser lebih taktis. Lewat gugatan hukum, tanpa melibatkan petani dan nelayan dulu.

 

"Semua ini hulunya kan di UU Omnibus Law Cipta Kerja," kata Khozi.

 

Waktu pembangunan bandara Cengkareng (sekitar 1.000 hektare) tidak ada masalah. Ganti ruginya baik dan lancar. Pun ketika dibangun PLTU besar di Teluk Naga.

 

"Saat itu saja, ganti ruginya sudah Rp 300.000/meter," ujarnya.

 

Bukan hanya itu. Khozi juga mengatakan ada ketidakadilan lain di PSN PIK2.

 

"Pemilik tanah yang punya kuasa ganti ruginya normal. Kenapa yang rakyat hanya Rp 100.000, Rp 50.000, dan bahkan ada yang tidak dapat ganti rugi," katanya.

 

Yang dimaksud pemilik tanah yang punya kuasa adalah bupati, camat, kepala desa, dan sejenisnya. Total ada 30 kepala desa yang terkait dengan PSN ini. Luas sekali.

 

Begitu panjang adu lidah di proyek ini. Kilah terakhir yang muncul di PSN PIK2 adalah: laut di sana itu dulunya daratan. Lalu kena abrasi. Berubah jadi laut. Maka kalau "laut" bersertifikat itu pada dasarnya dulunya daratan.

 

Kilah itu muncul setelah sebelumnya seperti ada yang kehilangan akal. Misalnya soal pagar di laut sepanjang 30 km itu. Awalnya disebut tidak ada. Setelah terbukti ada disebutlah tidak ada yang membangunnya. Lalu ada alasan baru: nelayanlah yang membangun. Alasannya untuk mengurangi gelombang.

 

Ketika diragukan apakah nelayan punya kemampuan dana segitu besar muncul kilah baru: pagar itu untuk menahan tanah saat air laut lagi surut. Lama-lama akan jadi daratan. Istilahnya: reklamasi alamiah.

 

Kilah itu tidak mempan meredam gejolak. Terakhir ada alasan terbaru: laut itu dulunya daratan.

 

Memamg ada yang seperti itu. Saya pernah menuliskannya di Disway. Terjadinya di antara Semarang-Demak. Kawasan itu kini berupa laut. Semua rumah hilang. Tinggal satu kuburan yang masih terlihat --itu pun saat air laut lagi surut. Penduduk yang sudah pindah masih sering ke makam itu: pakai perahu.

 

Kini di kawasan itu dilewati jalan tol. Masih dikerjakan. Belum jadi. Pengerjaannya lebih lama. Lebih mahal. Jalan tol itu akan berfungsi sekaligus sebagai tanggul laut.

 

Begitu jalan tol jadi, kawasan laut itu akan kembali jadi daratan. Air lautnya dipompa ke arah utara tol.

 

Muncullah persoalan: setelah laut dikeringkan nanti tanah lama hidup lagi. Rakyat masih punya sertifikatnya. Sertifikat lama. Itu karena kejadian "daratan jadi laut" belum terlalu lama. Tahun 1960-an masih daratan. Masih banyak yang mengalami itu dan sekarang masih hidup. Masih pegang sertifikat.

Tags :
Kategori :

Terkait

Terkini

Kamis 23 Jan 2025 - 21:27 WIB

Menhub Usul WFA Mulai 24 Maret

Kamis 23 Jan 2025 - 21:25 WIB

Pagar Laut