Mengutip Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Dujarric melaporkan bahwa "infrastruktur sipil telah dihancurkan dan layanan penting terganggu" di Tepi Barat yang diduduki. Akibatnya, hampir 1.000 warga Palestina terpaksa mengungsi.
Ketika ditanya tentang larangan Israel terhadap Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) yang mulai berlaku pada Kamis, Dujarric mengatakan bahwa PBB telah "mengambil beberapa langkah" dan menegaskan bahwa UNRWA "akan terus menjalankan mandatnya hingga tidak memungkinkan secara fisik."
Terkait ancaman tindakan hukum Israel terhadap UNRWA dan stafnya, Dujarric menegaskan bahwa "staf, baik nasional maupun internasional, harus dilindungi sesuai hukum internasional dan kewajiban Israel berdasarkan hukum internasional."
Namun, ia juga mencatat bahwa Israel tidak memberikan jaminan perlindungan terhadap staf PBB.
Parlemen Israel (Knesset) pada Oktober lalu memutuskan untuk melarang operasi UNRWA di wilayah yang didudukinya, dengan tuduhan bahwa pegawai badan tersebut terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, klaim yang dibantah oleh UNRWA.
Larangan tersebut, yang diberlakukan di tengah konflik yang terus berlanjut di Gaza, memicu kekhawatiran akan terhentinya bantuan krusial bagi jutaan pengungsi Palestina.
Pejabat PBB telah berulang kali memperingatkan bahwa tindakan ini dapat memperparah krisis kemanusiaan yang sudah sangat parah.
UNRWA, yang telah beroperasi sejak 1949, menyediakan layanan esensial seperti pendidikan dan kesehatan bagi pengungsi Palestina di Tepi Barat, Gaza, Lebanon, Yordania, dan Suriah. Meskipun menghadapi tantangan politik dan keuangan, badan ini tetap menjadi penyelamat bagi komunitas yang rentan. (ANTARA)