Bahkan, beberapa kondisi medis seperti gangguan spektrum autisme atau cerebral palsy juga dapat mempengaruhi kemampuan bicara anak.
Menurut penelitian yang dipublikasikan oleh Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, gangguan bicara dapat dibagi menjadi dua kategori. Yaitu gangguan bicara primer (tanpa masalah penyerta) dan gangguan bicara sekunder (disertai masalah lain seperti keterlambatan perkembangan global, disabilitas intelektual, gangguan spektrum autisme, atau kelainan genetik seperti trisomi 21).
Ada pula faktor risiko yang dapat menyebabkan keterlambatan bicara. Seperti anak laki-laki lebih berisiko mengalami speech delay dibandingkan anak perempuan.
Usia anak di atas 35 bulan juga memiliki risiko lebih tinggi. Begitu pula dengan faktor seperti usia ibu saat melahirkan (antara 18-35 tahun), pendidikan ibu yang rendah, urutan kelahiran (anak pertama lebih berisiko), dan status pekerjaan ibu yang tidak bekerja. Itu dapat memengaruhi perkembangan bicara anak.
Selain itu, gangguan pendengaran, hambatan pada saraf dan otak, serta autisme juga menjadi faktor signifikan. Namun, tidak semua keterlambatan bicara adalah masalah besar.
Beberapa anak hanya memerlukan waktu lebih lama untuk mulai berbicara. Seiring berjalannya waktu, mereka akan mengejar ketertinggalannya. Meski demikian, orang tua perlu waspada terhadap tanda-tanda yang lebih mencolok.
Jika anak sudah mencapai usia dua tahun namun belum mengucapkan kata-kata sederhana atau kesulitan memahami perintah dasar, mungkin saatnya untuk berkonsultasi dengan profesional. Penting bagi orang tua untuk mengenali kapan mereka harus mencari bantuan.
Jika Anda merasa perkembangan bicara anak Anda tidak sesuai dengan tahapan usia mereka, atau jika ada tanda-tanda gangguan lain seperti masalah pendengaran atau kesulitan berinteraksi, segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut.