Miskin Bermartabat

Selasa 25 Feb 2025 - 21:54 WIB
Reporter : Dahlan Iskan

 

Sekitar 150 meter dari belokan itulah terlihat sebuah masjid. Satu lantai. Pakai kubah berbentuk bawang. Bangunannya baik, tapi sederhana. Ukurannya sekitar 16 x 16 meter.

 

Terkunci. Belum saatnya waktu salat. Juga masih tiga jam lagi salat Jumat.

 

Di halaman masjid itu ada bangunan tempat wudu --membasuh muka sebelum salat. Pakai kran di empat sudutnya.

 

Halaman masjid ini berupa tanah kering. Cukup luas. Sedikit lebih luas dari masjidnya. Di sebelah tempat wudu itu ada gerbang. Itulah gerbang menuju makam.

 

Kompleks makam ini tertata rapi. Ada tamannya. Di kanan kiri. Terasa lebih rapi dari masjidnya. Dari gerbang itu pula ada jalan beton selebar tiga meter. Kanan kirinya prasasti. Berjejer. Satu nama satu prasasti. Sesuai dengan nama tokoh yang dimakamkan di situ. Ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa Ethiopia.

 

Di belakang jajaran prasasti itu pepohonan dan semak. Tanaman utamanya kaktus. Tinggi-tinggi, meski tidak setinggi kaktus di Arizona, Amerika.

 

Di depan sana, di ujung koridor ini, terlihat bangunan berkubah juga. Lebih tinggi dari kubah masjid. Di halaman bangunan berkubah inilah terdapat beberapa makam ”VIP”: keturunan inti muhajirin awal.

 

Saya pun masuk ke bangunan berkubah. Lima orang bersorban mengiringi saya. Salah satunya adalah kiai di masjid Negash, sekaligus penanggung jawab makam. Umurnya sudah 82 tahun. Salah satu putranya menjadi pemandu wisata lokal di situ.

Tags :
Kategori :

Terkait