JAKARTA - Keputusan pemerintah mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, dinilai tepat.
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Stj Budi Santoso menilai langkah ini merupakan keputusan yang tepat dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
"Keputusan semacam ini seharusnya didasarkan pada pertimbangan hukum yang matang, bukan sekadar menuruti desakan pihak tertentu, karena menyangkut kepastian berusaha di sektor pertambangan," ujar Budi Rabu.
Potensi Geologi Raja Ampat Belum Tentu Mengandung Nikel Laterit
BACA JUGA:Kasus Guru Tendang Siswa Berakhir Damai
BACA JUGA:Pemerintah akan Bangun Giant Sea Wall, Anggaran Capai Rp 1,2 Triliun
Dari perspektif geologi, Budi Santoso menjelaskan bahwa gugusan kepulauan Raja Ampat tersusun dari batu gamping yang dikenal sebagai Formasi Waigeo.
Batu ini terbentuk dari proses pengangkatan dasar laut dan selanjutnya mengalami pelarutan karst, menciptakan lanskap yang unik dan menjadi ikon wisata dunia.
Namun, Budi menegaskan bahwa belum ada data ilmiah yang mengonfirmasi keberadaan batuan ultramafik, batuan pembentuk nikel laterit di bawah lapisan batu gamping tersebut.
"Secara geologis, potensi endapan nikel laterit justru berkembang berada di area lokasi IUP-IUP yang sedang berkegiatan dan beberapa area di sekitarnya," ujarnya menambahkan.
Budi menekankan pentingnya penggunaan data ilmiah dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya mineral.
Ia juga mendorong perusahaan tambang untuk menunjukkan kepatuhan terhadap regulasi nasional dan standar internasional yang berlaku.
"Pengelolaan sumber daya mineral yang beririsan dengan kawasan wisata memerlukan keseimbangan antara aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. Implementasi good mining practices serta prinsip lingkungan, sosial, tata kelola, dan keberlanjutan harus menjadi prioritas," tegasnya.
Ia percaya bahwa dengan pendekatan yang tepat, dialog yang konstruktif dapat menciptakan solusi berkelanjutan.
"Dengan pendekatan ilmiah yang tepat dan dialog yang konstruktif, kita dapat menemukan titik temu yang menguntungkan semua pihak, sehingga pengelolaan sumber daya alam di kawasan ini berkelanjutan,"pungkas Budi Santoso, yang telah berpengalaman 29 tahun di sektor pertambangan.