Memarahi anak di depan umum sering dilakukan para orang tua. Dalihnya, sebagai tindakan spontan yang bertujuan untuk menghentikan perilaku tidak pantas.
Namun, kebiasaan itu justru menyisakan luka dalam hati anak. Sekaligus memiliki dampak yang merugikan. Baik bagi anak maupun hubungan orang tua dan anak.
Luka yang Tidak Terlihat
Anak yang dimarahi di tempat umum sering kali mengalami rasa malu. Bukan hanya karena tindakannya dikoreksi, melainkan karena dirinya sebagai pribadi merasa ditolak.
BACA JUGA:Vadel Badjideh Minta Maaf, Atas Kasusnya yang Buat Gaduh Publik
BACA JUGA:Prabowo Berikan Apresiasi pada Jokowi
Hal itu menyebabkan anak memiliki perasaan tidak berharga dan mengalami rasa penurunan harga diri.
Apabila hal itu terjadi berulang kali, anak bisa tumbuh dengan gambar diri atau karakter yang negatif, penuh kecemasan, serta menjadi pribadi yang takut mencoba hal-hal baru.
Perilaku Tidak Mampu Menyesuaikan Diri dengan Baik
Respons anak terhadap perlakuan itu bisa muncul dalam bentuk perilaku agresif, pasif, atau pemberontakan.
Mereka bisa meniru pola komunikasi penuh amarah yang ditunjukkan orang tua atau sebaliknya: menjadi pribadi yang tertutup dan takut untuk mengungkapkan pendapat.
Bahkan ada kecenderungan anak belajar berbohong demi menghindari hukuman verbal yang mempermalukan mereka.
Mengapa Orang Tua Marah?
Kemarahan orang tua sering kali bukan semata-mata karena perilaku anak. Melainkan hasil dari kelelahan, stres, atau tekanan sosial.
Tatapan menghakimi dari orang-orang di sekitar membuat orang tua terdorong untuk menunjukkan bahwa mereka “berwenang” untuk memarahi. Meskipun dengan cara yang menyakiti anak.