JAMBI, JAMBIKORAN.COM – Persidangan kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Stadion Mini di Kota Sungai Penuh kembali digelar di Pengadilan Negeri Jambi, Selasa (26/8/2025), dengan agenda penyampaian duplik oleh tim penasihat hukum terdakwa, Donfitri Jaya, mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Sungai Penuh.
Dalam duplik yang dibacakan oleh kuasa hukum Donfitri, Viktor Yanus Gulo, SH, MH, pihaknya menyatakan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mencerminkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
“JPU tidak memberikan tanggapan atas pembelaan yang kami sampaikan sebelumnya. Tuduhan yang diajukan bersifat sepihak dan tidak didukung bukti kuat atas perbuatan melawan hukum,” kata Viktor di hadapan majelis hakim.
Ia menekankan dua poin utama yang menurutnya tidak sesuai dalam replik JPU.
Pertama, mengenai percakapan antara Donfitri dengan salah satu pihak terkait, Gusrizal, yang menurut Viktor tidak layak dijadikan dasar tuntutan.
Kedua, keraguan terhadap objektivitas ahli yang dihadirkan jaksa karena berasal dari instansi kejaksaan itu sendiri.
“Ahli yang dihadirkan berasal dari internal kejaksaan, sehingga ada potensi ketidakterpisahan antara posisi sebagai penegak hukum dan saksi ahli. Kami menilai hal ini mengurangi objektivitas,” ujarnya.
Selain itu, Viktor juga menyoroti dugaan manipulasi dalam isi replik JPU yang menyebut Donfitri menyodorkan addendum kepada Gusrizal. Padahal, menurut pihak pembela, terdakwa hanya menandatangani dokumen tersebut tanpa terlibat dalam proses penyusunan.
“Addendum itu di luar sepengetahuan klien kami. Menjadi janggal jika disebut bahwa ia yang menyodorkannya,” tambahnya.
Ia juga menyayangkan tidak disandingkannya data komunikasi antara Donfitri dan Gusrizal dalam sidang, padahal hal tersebut bisa menjadi bagian penting dalam pembuktian.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum, Tommy Ferdian, menyatakan tetap pada dakwaan dan tuntutan yang sebelumnya telah diajukan. Menurutnya, duplik dari penasihat hukum tidak mengubah keyakinan jaksa bahwa terdakwa terlibat dalam praktik korupsi secara bersama-sama.
“Kami tetap berpegang pada dakwaan bahwa terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Ia memperoleh keuntungan dan menyebabkan kerugian keuangan negara,” kata Tommy usai persidangan.
Sebelumnya, pada sidang 28 Juli 2025 lalu, JPU telah menuntut Donfitri dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan. Ia dinilai secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi karena menguntungkan diri sendiri atau orang lain dalam proyek tersebut.
Namun, untuk dakwaan primer Pasal 2, JPU menyatakan Donfitri tidak terbukti memperkaya diri sendiri secara langsung.
Sidang perkara ini akan dilanjutkan pada Senin, 8 September 2025, dengan agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim.