Di dalam putusan, maka putusan harus menetapkan berkaitan dengan permohonan di dalam alasan praperadilan.
Menurut KUHAP, apabila penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau Jaksa Penuntut Umum (JPU)harus membebaskan tersangka. Dan putusan juga harus menyebutkan jumlah kerugian dan rehabilitasi kepada tersangka.
Sedangkan apabila berkaitan penghentian penyidikan atau penuntutan yang kemudian dinyatakan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dihentikan.
Begitu juga terhadap putusan tentang barang bukti yang disita yang kemudian tidak sah, maka putusan harus tegas mencantumkan agar barang bukti dikembalikan kepada tersangka atau dari pihak lain barang bukti yang disita.
BACA JUGA:Lansia Pengedar Sabu Diganjar 10,5 Tahun Penjara
BACA JUGA:Motor Hilang Saat Main Game
Mekanisme ini sering diajukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dengan perkara, namun kemudian barang bukti milik pihak ketiga kemudian dimasukkan ke dalam berkas perkara.
Atau dapat juga alasan materi praperadilan apabila barang bukti yang disita tidak berkaitan dengan perkara ataupun pihak ketiga dirugikan dengan disitanya barang bukti.
Praktek ini sudah jamak diterapkan di Pengadilan Negeri di berbagai daerah.
Kekuatan persidangan praperadilan selain memastikan hak-hak tersangka ataupun hak pihak ketiga di dalam penguasaan barang bukti yang disita, juga sekaligus memastikan adanya perlindungan hukum terhadap seluruh proses upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum.
BACA JUGA:Ratusan Kendaraan Ditilang, Angka Kecelakaan Menurun
BACA JUGA:Direktur PT MSI Dipanggil Polda Jambi, Imbas Penelantaran Jemaah Umroh Asal Jambi
Sebagaimana sering menjadi idiom, Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat). Sehingga seluruh proses upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum harus tetap berada di dalam koridor hukum.
Dan tentu saja memastikan perlindungan hukum dari tindakan aparat penegak hukum.
Sehingga terciptalah keinginan negara hukum yang tetap patuh dan tunduk sesuai dengan ketentuan yang berlaku.