Terkait konten viral tersebut, kemampuan sang istri dalam mengelola uang Rp10 ribu untuk memasak sekaligus menabung memang mengesankan.
BACA JUGA:3 Makanan Ini Bikin Haid Makin Lancar
BACA JUGA:5 Cara Alami Mengatasi Batuk Kering dengan Mudah
Namun, hal ini tidak bisa dijadikan alasan oleh para suami untuk memberikan uang belanja dalam jumlah minim.
Buya Yahya mencontohkan adanya suami yang cerdas dalam ilmu fiqih, namun hanya memberi nafkah sekadar "dua genggam beras per hari" dengan alasan itu sudah cukup. Ia menilai, tindakan tersebut mencerminkan kemampuan belajar fiqih yang tidak disertai akhlak dan hati nurani.
Nafkah tidak boleh dipahami hanya sebatas hitung-hitungan minimal. Sebab, memberikan nafkah merupakan bentuk tanggung jawab sekaligus kasih sayang kepada keluarga.
Istri yang memasak, mencuci, dan merawat anak-anak sebenarnya telah memberikan kontribusi besar dalam rumah tangga.
BACA JUGA:Ketahui 6 Manfaat Kulit Petai, Bantu Obati Gejala Impotensi pada Pria
BACA JUGA:DPRD dan Pemprov Jambi Sepakati APBDP 2025
Padahal semua itu bukan kewajiban istri menurut fikih, melainkan bentuk pengabdian dan cinta. Karena itu, suami tidak boleh pelit, apalagi jika istri sedang hamil dan membutuhkan asupan gizi lebih.
Ukuran Kecukupan dalam Islam
Islam tidak menetapkan angka pasti mengenai jumlah nafkah atau uang belanja. Namun, ukurannya adalah kecukupan, yaitu nafkah harus mampu memenuhi kebutuhan dasar istri dan anak-anak, seperti makanan bergizi, pakaian yang pantas, dan tempat tinggal yang layak.
Jika ketiga kebutuhan ini terpenuhi, maka nafkah dinilai sah. Adapun hal-hal tambahan seperti kendaraan, perhiasan, atau rumah lebih besar adalah bentuk kasih sayang tambahan dari suami, bukan kewajiban mutlak.
BACA JUGA:UNJA Pascasarjana Gelar Public Lecture, Dorong Integritas dan Dampak Publikasi Ilmiah
Namun, penting untuk dicatat bahwa memberi nafkah terlalu sedikit hingga istri harus berhemat ekstrem atau mengorbankan kesehatannya bukanlah hal yang dibenarkan dalam Islam.