Penyitaan (2)
--
Melanjutkan pembahasan tentang penyitaan, maka barang yang kemudian telah disita yang kemudian terdapat didalam berkas perkara maka menjadi penilaian dan pertimbangan. Baik oleh Jaksa penuntut umum maupun hakim didalam memutuskan perkara.
Barang bukti yang kemudian dapat dinyatakan sebagai alat yang digunakan untuk terjadinya tindak pidana ataupun barang yang didapatkan dari hasil tindak pidana, maka hakim dapat menentukan status barang bukti tersebut.
Berbagai peraturan perundang-undangan kemudian menentukan status barang bukti. Sebagai contoh didalam kasus Korupsi, terhadap barang bukti dapat dirampas oleh negara. Begitu juga kasus kejahatan kehutanan, terhadap barang bukti dapat dirampas oleh negara. Sedangkan didalam kasus narkoba, barang bukti kemudian dirampas untuk dimusnahkan.
Namun apabila barang bukti yang telah dilakukan penyitaan dapat dibuktikan tidak berkaitan dengan perkara ataupun barang bukti yang telah disita mempunyai kepemilikan pihak lain, maka Hakim dapat memutuskan terhadap status barang bukti kemudian setelah perkara diputuskan dapat diberikan kepada pemilik barang tersebut.
Ketentuan mengenai status barang bukti harus ditempatkan terhadap penghormatan terhadap kepemilikan suatu barang. Selain telah diatur hak didalam UU HAM, juga mengenai barang bukti juga diatur didalam KUHP.
Maka hakim tetap mempedoman berbagai regulasi dan peraturan perundang-undangan mengenai barang bukti.
Begitu pentingnya status barang bukti, maka proses penyitaan yang dilakukan penegak hukum tetap bersandarkan kepada peraturan perundang-undangan.
Apabila melakukan penyitaan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum selain akan melanggar ketentuan yang berlaku juga merampas hak daripada pemilik barang.
Oleh karena itu, pembahasan tentang barang bukti yang dikaitkan dengan penyitaan begitu penting dan mendapatkan perhatian penuh dari penegak hukum.