Kelas Menengah dan Daya Beli

--

Upper classes are a nation's past; the middle class is its future.” (Ayn Rand)

 

 

 

Urgensi kelas menengah dalam suatu negara, termasuk Indonesia, sangat penting karena kelompok ini berperan sebagai pilar utama dalam menjaga stabilitas ekonomi, sosial, dan politik. Dalam 5 tahun terakhir, jumlah kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan signifikan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah kelas menengah menurun dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024, berkurang hampir 9,48 juta orang. Pandemi Covid-19 membawa dampak nyata terhadap penurunan kelas menengah. Sementara kelompok kelas atas jumlahnya relatif stabil pada angka 1,07 juta orang pada tahun 2021 dan tahun 2024. Dengan kata lain, kelas menengah mengalami turun kelas yang menyiratkan adanya penurunan daya beli sebagai akibat beban ekonomi yang meningkat.

 

Tulisan singkat ini mengulas keterkaitan antara peningkatan daya beli dan penguatan kelas menengah sebagai pondasi bagi pertumbuhan dan ketahanan ekonomi.

 

 

 

Kelas Menengah

 

Bank Dunia (World Bank) mengelompokkan kelas ekonomi menjadi 5 kelas berdasarkan pendapatan. Kelas atas mempunyai pengeluaran Rp 6 juta perbulan, Kelas Menengah Rp 1-6 juta perbulan, Menuju Kelas Menengah Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta perbulan, Kelompok Rentan  Rp 354-532 ribu perbulan dan Kelompok Miskin dengan pengeluaran kurang dari Rp 354 ribu perbulan. Berdasarkan pengelompokkan ini, jumlah kelas menengah tercatat sebesar 53,6 juta jiwa dan kelompok kelas menengah rentan miskin sebesar 114,7 juta jiwa atau 64,48 persen dari total penduduk Indonesia.

 

Sementara Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) memberikan batasan kelas menengah di Indonesia dengan pengeluaran sebesar US$ 2-20 perhari. Dengan Batasan ini, kelas menengah di Indonesia mencapai 46,58 persen atau sebanyak 102,7 juta jiwa. Dengan standar pengeluaran yang lebih tinggi, Global Wealth Report (2015) membuat kategori kelas menengah dengan kekayaan sebesar US$ 50.000-500.000 sehingga persentase kelas menengah di Indonesia hanya sebesar 4,4 persen.

 

BPS membuat 5 kategori penduduk berdasarkan pengeluaran: Kelas Atas, Menengah, Menuju Kelas Menengah, Rentan Miskin, dan Miskin. Kelompok Kelas Atas rata-rata mempunyai pengeluaran lebih dari Rp 9,90 juta perbulan, Kelas Menengah dengan rentang Rp 2,04 juta - Rp 9,9 juta perbulan, kategori Menuju Kelas Menengah berkisar antara Rp 874 ribu hingga Rp 2,04 juta perbulan, Kelas Rentan Miskin senilai Rp 582 ribu – Rp 874 ribu perbulan, dan Kelompok Miskin dengan pengeluaran kurang dari Rp 582 ribu perbulan.

 

Berbagai batasan kelas pengeluaran tersebut pada dasarnya memberikan ciri-ciri kelas menengah yaitu kelompok masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan yang cukup stabil untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti pangan, pendidikan dan kesehatan, serta memiliki sisa pendapatan untuk konsumsi barang dan jasa yang bersifat sekunder atau tersier seperti barang elektronik, cicilan rumah, hiburan, kendaraan pribadi, asuransi kesehatan, dan lainnya.

 

Dengan bertambahnya tingkat pendapatan, peluang untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih beragam dan berkualitas menjadi semakin besar. Namun, taraf hidup tidak hanya ditentukan oleh tingkat pendapatan, tetapi juga oleh kemampuan atau daya beli dari pendapatan yang diterima.

 

 

 

Daya Beli

 

Daya beli mengukur kemampuan individu, rumah tangga atau kelompok masyarakat dalam membelanjakan uang pendapatan dalam bentuk barang maupun jasa sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. Daya beli juga mengukur tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi. Daya beli tidak identik dengan besaran pendapatan. Nilai pendapatan nominal yang tinggi belum tentu mencerminkan daya beli yang tinggi. Daya beli yang tinggi ditentukan oleh pendapatan nyata setelah disesuaikan dengan perubahan harga atau inflasi, beban pengeluaran dan ketersediaan akses kredit. Dengan kata lain, upaya meningkatkan daya beli masyarakat harus dilakukan secara simultan dengan meningkatkan pendapatan, menjaga inflasi, mengurangi beban pengeluaran dan memperluas akses kredit.

 

 

 

Peran Kelas Menengah

 

Peran kelas menengah di suatu daerah atau suatu negara sangat penting untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, stabilitas sosial, dan kemajuan bangsa secara keseluruhan.

 

Kelas menengah memiliki daya beli yang cukup, menjadi konsumen utama barang dan jasa, serta menciptakan permintaan yang mendorong peningkatan produksi berbagai sektor usaha sehingga menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Kelas menengah yang stabil yang memiliki akses sumber finansial akan menciptakan siklus ekonomi yang sehat dan stabil dengan dukungan lebih banyak tabungan, investasi, dan partisipasi kelas menengah dalam kegiatan ekonomi produktif.

 

Kelas menengah merupakan pembayar pajak penghasilan dan konsumsi yang cukup signifikan sehingga ikut menyumbang penerimaan pajak negara untuk membiayai pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat. Kelas menengah yang sehat, berpendidikan dan produktif pada umumnya mempunyai kesadaran tinggi dan aktif dalam memperjuangkan  hak dan kewajiban mereka. Kondisi ini membuat kelas menengah berperan penting dalam menguatkan proses demokrasi seperti pemilihan umum dan partisipasi publik, mengurangi potensi konflik sosial dan menjaga stabilitas sosial.

 

Kelas menengah cenderung lebih memperhatikan kebutuhan layanan kesehatan dan pendidikan anak-anak sehingga berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia di masa depan. Selain itu, kelas menengah juga sering menjadi bagian dari ekonomi kreatif dan inovatif yang sangat penting dalam mendorong perkembangan teknologi digital dan aktif dalam usaha mandiri (kewirausahaan) dalam bentuk rintisan bisnis berbagai start-up.

 

Secara keseluruhan, kelas menengah yang stabil, solid dan memiliki tabungan atau aset yang dapat diandalkan akan mampu bertahan secara lebih baik terhadap guncangan ekonomi. Mereka juga akan dapat melakukan inovasi dan adaptasi terhadap perubahan teknologi dan dinamika global yang membantu ketahanan ekonomi dan memperkuat pondasi pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.  Dukungan dalam berbagai kebijakan ekonomi yang inklusif, akses pendidikan berkualitas, dan jaminan sosial yang memadai menjadi langkah strategis dalam memperkuat peran kelas menengah di Indonesia.

 

 

 

Tantangan Kelas Menengah

 

Kelas menengah di Indonesia seringkali menghadapi berbagai tantangan yang membuat mereka rentan untuk turun kelas. Tantangan tersebut antara lain adalah peningkatan biaya hidup dan kenaikan harga (inflasi) barang pokok dan berbagai barang dan jasa lainnya baik bersifat musiman yang disebabkan oleh siklus produksi maupun permanen yang disebabkan oleh keterbatasan produksi. Kelas menengah juga menghadapi tantangan pemutusan hubungan kerja pascapandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak perusahaan mengurangi tenaga kerja, terutama di sektor manufaktur dan tekstil sehingga banyak individu dari kelas menengah kehilangan pekerjaan dan pendapatan stabil.

 

Peningkatan tarif pajak penghasilan, tambahan pungutan seperti TAPERA, dan cukai makanan dan minuman juga akan menambah beban finansial bagi kelas menengah. Selain itu, kelas menengah masih sangat rentan terhadap guncangan ekonomi seperti kehilangan pekerjaan atau kenaikan biaya hidup, namun mereka seringkali tidak memenuhi syarat untuk bantuan sosial pemerintah

 

Berbagai tantangan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah kelas menengah yang diikuti dengan penurunan konsumsi domestik dan selanjutnya mengakibatkan kurang kuatnya dorongan pertumbuhan ekonomi. Merosotnya kelas menengah akan dapat mengurangi resiliensi terhadap guncangan (shocks) ekonomi global, memperlebar kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin, serta meningkatnya risiko sosial bagi keberlanjutan pembangunan.

 

 

 

Strategi Penguatan Kelas Menengah

 

Pemerintah selama ini telah berusaha menjaga daya beli masyarakat melalui serangkaian kebijakan seperti bantuan dan perlindungan sosial, Kartu Prakerja, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta subsidi dan kompensasi energi. Selain itu, Pemerintah juga memutuskan memberikan insentif dalam pembelian rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dan pembebasan PPN untuk berbagai kelompok pengeluaran, seperti kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan dan transportasi. Pemerintah juga telah membangun berbagai infrastruktur seperti pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan, dan infrastruktur digital untuk menguatkan konektivitas dan meningkatkan mobilitas guna menguraangi biaya biaya transportasi dan biaya logsitik. Kebijakan ini bersifat universal untuk semua kelas.

 

Berbagai langkah tersebut harus diperkuat dengan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang khusus tertuju pada kelas menengah untuk mencegah penurunan kelas menengah ke kelompok rentan dan sekaligus memastikan pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh kelompok masyarakat. Pertama, peningkatan akses kredit dan dukungan usaha bagi kelas menengah dengan mempermudah akses terhadap kredit dengan bunga rendah disertai dengan pelatihan dan pendampingan pengembangan usaha.

 

Kedua, perluasan pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja yang berkualitas yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan permintaan dunia usaha untuk meningkatkan daya saing kelas menengah di pasar kerja. Ketiga, perluasan perlindungan sosial bagi kelas menengah seperti asuransi kesehatan dan jaminan pekerjaan, untuk mengurangi kerentanan terhadap guncangan ekonomi. Keempat, kebijakan ekonomi yang mendukung penguatan kelas menengah seperti program padat karya dan penciptaan lapangan kerja yang lebih berkualitas, serta pemberian insentif kepada perusahaan untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja.

 

Langkah lain yang tidak kalah pentingnya adalah pelonggaran finansial bagi kelas menengah melalui penerapan aturan perpajakan yang lebih ringan untuk kelompok penghasilan tertentu dan penyediaan insentif bagi keluarga yang menanggung biaya pendidikan anak-anak.

 

Dengan menerapkan berbagai strategi tersebut, penurunan kelas menengah di Indonesia dapat dicegah dan dikurangi. Dalam jangka menengah dan panjang, strategi tersebut juga akan menumbuhkan kelas menengah yang solid, stabil, produktif dan memiliki tabungan atau aset berkualitas. Kesemuanya akan  menjadi pondasi bagi perekonomian yang lebih stabil dan berkelanjutan, serta ketahanan sosial dan ekonomi bangsa. (*)

 

 

 

The middle class is growing that's the reality that nobody can stop.” (Li Fan)

 

 

 

 

 

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan