Indonesia Punya Fondasi Kuat Hadapi Ketegangan China-AS

--

Mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menyebut Indonesia memiliki fondasi yang kuat dalam menghadapi gejolak global khususnya polarisasi hubungan antara China dan Amerika Serikat (AS).

 

"Jadi hubungan China-AS boleh tegang, tapi hubungan kita dengan China punya fondasi yang kokoh. Hubungan kita dengan AS juga kokoh fondasinya. Nuansa politik berganti boleh-boleh saja asal fondasinya kuat," katanya.

 

Ketegangan antara China dan AS ini merujuk pada persaingan dan konflik di berbagai bidang mulai dari ekonomi, teknologi, dan militer hingga geopolitik yang setidaknya dimulai dari perang dagang pada 2018.

 

Saat itu, AS memberlakukan tarif tinggi pada barang-barang asal China dan maupun pembatasan perusahaan teknologi China oleh AS seperti Huawei dan TikTok dengan alasan keamanan nasional.

 

Fondasi yang dimaksud Hassan Wirajuda adalah kerja sama dalam kerangka Kemitraan Strategis (Strategic Partnership) Indonesia-China yang telah dimulai sejak 2005 dan bahkan ditingkatkan menjadi Kemitraan Strategis Komprehensif (Comprehensive Strategic Partnership) pada 2013 secara khusus untuk bidang kawasan industri terpadu dan terintegrasi Indonesia-China, kelautan dan perikanan, pariwisata, meteorologi dan klimatologi serta eksplorasi ruang angkasa untuk tujuan damai.

 

Sementara dengan AS, Indonesia memulai kemitraan level strategis pada 2015 dan ditingkatkan levelnya ke Kemitraan Strategis Komprehensif pada 2023 di bidang pertahanan, ekonomi dan transisi energi bersih.

 

"Misalnya dengan kemitraan strategis Indonesia-China. Artinya China mengakui kesetaraan kita, karena China tidak akan membuat 'strategic partnership' kecuali untuk negara yang menurut mereka sangat penting. Kemitraan ini juga didukung 'plan of actions' agar dalam lima tahun ke depan ada target yang harus dicapai dan cara untuk mencapai target itu," jelas Hassan.

 

Menurut Hassan, "strategic partnership" adalah kesepakatan pada tingkat tinggi untuk memperluas dan memperdalam hubungan kedua negara dalam berbagai aspek hubungan.

 

"Itu fondasinya. Jadi kuat atau tidak kuat hubungan kedua negara bukan dari ukuran emosional melainkan dengan fondasi yang kokoh. Jadi bangunan tidak akan gampang goyah," ungkap Hassan.

 

Dari situ, Indonesia sebagai negara yang menganut politik luar negeri bebas aktif dapat mengatasi ketegangan China-AS yang terjadi saat ini.

 

"Kita punya pengalaman panjang saat perang dingin tahun 1948 sampai 1990-an. Periode itu lebih panjang dan lebih parah dibanding ketegangan AS dan China saat ini. Tapi Indonesia tetap dapat memainkan peranan penting, melalui pilihan politik luar negeri bebas aktif," kata Hassan.

 

Hassan menyebut Indonesia tidak perlu harus memilih salah satu pihak dalam ketegangan tersebut.

 

"Saya dari dulu berpendapat politik bebas aktif bukan netral. Kita selalu punya posisi yang didikte kepentingan nasional," kata Hassan.

 

Di bidang ekonomi, data investasi China di Indonesia berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/Kementerian Investasi pada 2024 adalah sebesar 8,1 miliar dolar AS atau meningkat dari 2023 yang mencapai 7,4 miliar dolar AS.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan