Pengamat Sebut Ada Peluang Diversifikasi Ekspor saat Sentimen AS-China

PELAUNG : Suasana pelabuhan dengan aktivitas ekspor dan impor. Indonesia berpeluang diversifikasi ekspor saat sentimen AS-China.-IST/Jambi Independent-Jambi Independent
JAKARTA - VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi menyampaikan terbuka peluang bagi Indonesia untuk melakukan diversifikasi ekspor ke Amerika Serikat (AS), di tengah memanasnya perang tarif impor antara AS dan China.
Ia menyebut diversifikasi ekspor ke AS itu khususnya untuk komoditas nonminyak dan gas (nonmigas) seiring daya saing yang lebih murah dibandingkan dari China.
"Sentimen positif, terbuka peluang diversifikasi ekspor ke AS, khususnya nonmigas seiring daya saing yang lebih murah dibanding China," ujar Audi.
Di sisi lain, ia tidak memungkiri adanya sentimen negatif seiring memanasnya AS dan China, yaitu potensi berkurangnya permintaan komoditas domestik, seperti batu bara dan nikel seiring penurunan aktivitas produksi di China.
BACA JUGA:Kiat Merawat Bodi Mobil yang Sudah Dilaminating
BACA JUGA:Polres Batanghari Gelar Dialog Jumat Berkah, Tingkatkan Sinergi dengan Masyarakat
Selain itu, potensi terjadinya dumping produk dari China ke Indonesia, khususnya tekstil dan elektronik.
"Demand dan konsumsi komoditas, seperti batu bara dan nikel berkurang seiring dengan penurunan aktivitas produksi, serta dumping produk dari China ke Indonesia, khususnya tekstil, elektronik," ujar Audi.
Dengan memanasnya China dengan AS, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian melihat peluang re-shoring dari beberapa negara yang diekspektasikan akan terkena dampak lebih besar dari Indonesia seperti Vietnam, Bangladesh, China, dan Thailand bisa dioptimalkan.
Ia menyebut industri seperti tekstil, garmen, sepatu, dan furnitur bisa menjadi industri yang memiliki prospek positif untuk Indonesia.
"Terkait dengan hal ini, kebijakan terkait dengan deregulasi untuk perizinan usaha dan kemudahan ekspor harus dipercepat," ujar Fakhrul.
Dari sisi neraca dagang dengan AS, lanjutnya, peluang untuk meningkatkan impor dari AS terkait dengan sektor perminyakan, bahan kimia serta bahan pangan merupakan poin negosiasi yang perlu dimaksimalkan.
Pada Rabu 9 April 2025 sore waktu AS, Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan penundaan selama 90 hari atas tarif resiprokal ke berbagai negara mitra dagang, namun tetap menaikkan bea masuk kepada China sebesar 125 persen.
Negara yang rencananya akan dikenakan tarif resiprokal lebih tinggi hanya dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen. Trump mengatakan sudah ada lebih dari 75 negara yang siap bernegosiasi dengan AS.