Ini Perbedaan Gangguan Bipolar dan Skizofrenia yang Sering Ditemukan pada Anak-anak

Ilustrasi perbedaan gangguan Bipolar dan Skizofrenia-compassionbehavioralhealth-
JAKARTA – Gangguan mental serius seperti gangguan bipolar (GB) dan skizofrenia kini semakin sering ditemukan pada usia dini, termasuk anak-anak dan remaja.
Hal ini diungkapkan oleh Guru Besar Psikiatri Subspesialis Anak dan Remaja FKUI-RSCM, Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH, dalam sebuah diskusi media yang digelar di Jakarta.
Menurut Prof. Tjhin, kedua kondisi tersebut memiliki gejala dan penyebab yang sangat berbeda, namun sama-sama berdampak signifikan pada perkembangan dan kualitas hidup anak jika tidak segera ditangani secara tepat.
“Tantangan kesehatan mental seperti GB dan skizofrenia, yang dulunya dianggap hanya menyerang orang dewasa, kini juga memengaruhi anak-anak dan remaja dengan tingkat yang mengkhawatirkan,” ujarnya.
BACA JUGA:Harga Emas di Rabu 14 Mei 2025 Kembali Anjlok hingga Rp22.000 per gram, Buruan Beli
BACA JUGA:Ternyata Segini Besaran Uang Perpisahan SMP N 2 Sungai Penuh ke Orang Tua Siswa
Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia
Gangguan Bipolar (GB) ditandai oleh perubahan suasana hati ekstrem antara episode mania (kegembiraan atau marah berlebihan) dan depresi mendalam.
Anak dengan GB bisa mengalami perubahan suasana hati drastis, energi berlebih, bicara cepat, hingga keinginan bunuh diri saat fase depresi.
GB umumnya dipicu oleh faktor genetik, lingkungan, neurobiologis, hingga tekanan psikososial.
BACA JUGA:Filano Beauty Class-y Menjadikan Perempuan Jambi Cantik Luar Dalam
BACA JUGA:Sekda Ridwan Naik ke Bus Jamaah : Pastikan Jamaah Mendapat Pelayanan Terbaik
Skizofrenia, di sisi lain, melibatkan gangguan pada proses dan isi pikir, serta persepsi realita. Gejalanya mencakup halusinasi, delusi, pembicaraan kacau, hingga perilaku tidak sesuai konteks.
Kondisi ini juga disebabkan oleh faktor genetik, komplikasi sejak lahir, hingga gangguan perkembangan otak (neurodevelopmental).
“Gejala skizofrenia bisa berupa gejala positif seperti halusinasi dan delusi, gejala negatif seperti kurangnya motivasi, serta disorganisasi seperti ucapan tidak koheren,” jelas Tjhin.
Tantangan Diagnosis Dini
BACA JUGA:Manfaat Gluten Free bagi Tubuh
BACA JUGA:Cara Gen Z Menolak Hustle Culture
Prof. Tjhin juga menyoroti banyaknya kasus early-onset atau gangguan yang muncul di usia sangat muda, namun sering tidak terdiagnosis.
Gejala yang muncul sering kali dianggap sebagai perilaku normal remaja, sehingga diagnosis terlambat dan penanganan tidak optimal.
“Kondisi ini dapat mengganggu perkembangan akademik, sosial, dan emosional anak jika tidak segera diobati,” tegasnya.
Harapan Melalui Penanganan Tepat
BACA JUGA:Sumber Serat dan Manfaatnya
BACA JUGA:Ousmane Dembele Pemain Terbaik Liga Prancis
Meskipun merupakan gangguan kronis, Prof. Tjhin menegaskan bahwa anak dan remaja dengan gangguan bipolar maupun skizofrenia masih bisa memiliki kualitas hidup yang baik, asalkan didukung dengan tatalaksana komprehensif meliputi terapi psikologis, farmakologis, dan dukungan keluarga serta sekolah.