Mengenal Impostor Syndrome dan Budaya Rasa Bersalah

-IST/Jambi Independent-Jambi Independent
Riset dari International Journal of Behavioral Science tahun 2011 menyebutkan bahwa sekitar 70 persen orang pernah mengalami gejala impostor syndrome setidaknya sekali dalam hidup mereka.
Angka itu menunjukkan betapa umum dan menyebarnya fenomena tersebut, khususnya di kalangan profesional muda dan mahasiswa.
Pertanyaannya, bagaimana menghadapi kondisi itu? Langkah pertama adalah menyadari bahwa perasaan tidak layak bukan berarti kenyataan. Mengenali pola pikir negatif dan membedakannya dari fakta objektif sangat penting.
Kedua, membiasakan diri menerima pencapaian dengan penghargaan, bukan sebagai kebetulan, tetapi sebagai hasil usaha yang nyata.
Ketiga, menciptakan ruang aman untuk membicarakan perasaan tersebut. Baik dengan teman terpercaya maupun melalui konseling profesional.
Terakhir, penting pula memahami bahwa keberhasilan dan kebaikan yang kita terima tidak harus selalu dibayar dengan penderitaan.
Kadang, hidup memang memberi kejutan. Belajar untuk menerima tanpa merasa bersalah adalah bagian dari proses mencintai diri sendiri.
Pada akhirnya, setiap orang berhak merasa layak atas kebahagiaan, pencapaian, dan kebaikan yang datang padanya.
Merasa pantas bukan bentuk kesombongan. Melainkan pengakuan bahwa diri sendiri juga punya nilai. Dan itu adalah langkah awal untuk hidup yang lebih sehat secara emosional. (*)