Said Iqbal Apresiasi Kebijakan BSU dengan Catatan

Presiden Partai Buruh Said Iqbal.-antara-Jambi Independent
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengapresiasi kebijakan pemerintah berkaitan dengan pemberian bantuan subsidi upah (BSU) kepada pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta/bulan sebagai stimulus ekonomi untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
"BSU untuk pekerja, guru, honorer dan segmen lain yang telah ditetapkan pemerintah, kita sebagai pemimpin buruh dan buruh mengapresiasi," katanya saat dikonfirmasi dari Bekasi, Kamis.
Dia mengatakan selama periode dua bulan yakni Juni-Juli 2025, buruh mendapatkan BSU senilai total Rp600.000 melalui alokasi anggaran yang bersumber dari pemerintah pusat sebesar hampir Rp10 triliun.
Menurut dia, ada potensi muncul persoalan baru akibat kebijakan dimaksud antara lain periode waktu penerimaan, sasaran penerima serta efektivitas fungsi pengawasan.
BACA JUGA:Emily Nahon, Calon Pilar Kokoh di Lini Belakang Timnas Putri Indonesia
BACA JUGA:Ketum PSSI Erick Thohir Temui Petinggi Molten, Bahas Peluang Kerja Sama Majukan Sepak Bola Indonesia
Persoalan pertama, kebijakan bantuan subsidi upah hanya berlaku untuk dua bulan demi mengejar angka pertumbuhan ekonomi namun secara kualitas purchasing power atau daya beli masyarakat tidak terukur.
"Setelah dua bulan bagaimana? Pasti daya beli akan turun lagi," katanya.
Said mengatakan BSU dapat berdampak positif untuk jangka panjang apabila pemerintah melanjutkan dengan kebijakan menaikkan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) yang saat ini sebesar Rp4,5 juta per bulan menjadi Rp7,5 juta atau bahkan Rp10 juta sebulan.
"Dengan begitu, buruh saving uang dan uang yang ada pasti untuk belanja. Dengan belanja maka purchasing power naik, lalu konsumsi naik, pertumbuhan ekonomi naik bahkan bisa sampai di atas lima persen dengan meningkatkan PTKP tersebut. Maka kemudian penyerapan tenaga kerja akan lebih banyak, PHK bisa dihindari," katanya.
Persoalan berikutnya adalah sasaran penerima yang diwajibkan sesuai ketetapan pemerintah, salah satunya sebagai peserta BPJS. Faktanya, banyak buruh yang tidak menjadi peserta BPJS akibat perusahaan enggan mendaftarkan kepesertaan.
"Bagaimana mereka yang jumlahnya jutaan orang bahkan puluhan juta, mereka tidak menerima BSU karena tidak dimasukkan kepesertaan BPJS oleh perusahaan, bukan salah pekerja. Maka daya beli juga tidak mencapai seperti apa yang diharapkan pemerintah. Harusnya seluruh buruh, jangan hanya yang menjadi peserta BPJS saja," ucapnya.
Persoalan lain menyangkut pengawasan dengan mengubah skema transfer bukan melalui Kementerian Ketenagakerjaan maupun BPJS, melainkan langsung dari rekening Kementerian Keuangan untuk memudahkan fungsi pengawasan.
"Uang-nya besar loh hampir Rp10 triliun, jadi sebaiknya untuk memudahkan pengawasan, langsung ditransfer dari rekening Kementerian Keuangan. Orang yang mendapatkan BSU minta data ke BPJS Ketenagakerjaan dan Kementerian Pendidikan, maka pengawasan akan lebih mudah. Tidak ada tunai, tapi langsung ditransfer ke rekening penerima BSU," ucap dia.