Komisi X Akan Raker dengan Fadli Zon Soal 1998

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani.-ANTARA FOTO-Jambi Independent
Lalu menyoroti pula minimnya partisipasi publik dan komunitas akademik dalam proses penyusunan ulang sejarah yang dilakukan Kementerian Kebudayaan. Menurut dia, jika masyarakat hanya boleh mengkritik setelah draf selesai maka hal itu bukanlah partisipasi, tetapi hanyalah konsumsi pasif.
Di sisi lain, dia mengkritik penggunaan istilah Sejarah Resmi dalam proyek penulisan ulang sejarah oleh Kementerian Kebudayaan yang menurutnya sebagai warisan cara berpikir otoriter.
"Kita belajar dari masa lalu, ketika sejarah digunakan untuk membungkam, bukan mencerminkan keberagaman bangsa," ucapnya.
Dia meyakini bangsa yang besar adalah bangsa yang berani berdamai dengan masa lalunya dan menuliskannya secara jujur, bukan dengan menutupinya.
“Jika sejarah hanya ditulis untuk menyenangkan penguasa, maka ia bukan warisan bangsa, melainkan propaganda," katanya.
Lebih lanjut, dia menolak upaya pelabelan terhadap pihak-pihak yang berbeda pandangan dengan Pemerintah, seperti disebut ‘radikal’ atau ‘sesat sejarah’.
"Sejarah bukan dogma. Ia ruang tafsir. Negara seharusnya menjadi fasilitator yang adil, bukan produsen tunggal narasi sejarah nasional," paparnya.
Dia pun menegaskan Komisi X DPR RI akan mendorong evaluasi kritis terhadap proyek penulisan ulang sejarah nasional agar tetap sejalan dengan prinsip ilmiah, etika akademik, dan semangat kebangsaan yang plural. (*)