SAH Minta HKTI Himbau Perusahaan dan Masyarakat Tidak Membuka Lahan dengan Cara Membakar

PENCEGAHAN : SAH minta HKTI himbau perusahaan dan masyarakat tidak membuka lahan dengan cara membakar.-Ist/Jambi Independent-Jambi Independent j
JAMBI - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Jambi, Dr. Ir. H. A.R. Sutan Adil Hendra, MM, dengan tegas meminta perusahaan perkebunan dan seluruh elemen masyarakat di Jambi untuk tidak membuka atau mengolah lahan dengan cara membakar.
Imbauan ini disampaikan mengingat bahaya dan dampak hukum yang serius dari praktik pembakaran lahan, terutama di tengah potensi peningkatan risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Dalam hal ini Sutan Adil Hendra menekankan bahwa praktik pembakaran lahan, meski sering dianggap sebagai cara yang murah dan cepat, memiliki konsekuensi yang merugikan baik bagi lingkungan maupun bagi para pelakunya secara hukum.
"Kita harus berhati-hati dan bijak dalam mengelola lahan, apalagi memasuki musim kemarau. Pembakaran lahan itu sangat berbahaya dan dampaknya bisa meluas, menimbulkan kabut asap, merusak ekosistem, serta mengancam kesehatan masyarakat," ujarnya.
BACA JUGA:KPU Sulsel Lanjutkan Program Grebeg Sekolah Usai Pemilu
BACA JUGA:Khoja Mamdani
Ia menambahkan, di Indonesia, peraturan perundang-undangan telah secara jelas melarang praktik pembakaran lahan dan hutan.
Pertama, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tindakan sengaja menimbulkan kebakaran dalam Pasal 187, dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun jika menimbulkan bahaya bagi barang, maksimal 15 tahun jika menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain, dan penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun jika mengakibatkan orang mati.
Kedua, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), khususnya Pasal 22 angka 24 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 69 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, secara tegas melarang membuka lahan dengan cara membakar hutan.
Ketiga, Undang-Undang Kehutanan juga melarang membakar hutan dalam Pasal 36 angka 17 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 50 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; setiap orang yang dengan sengaja membakar hutan diancam pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp7,5 miliar, atau jika kebakaran hutan disebabkan karena kelalaian, diancam pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp3,5 miliar.
Keempat, Undang-Undang Perkebunan mengatur larangan membuka lahan dengan cara membakar dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, di mana setiap pelaku usaha perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar dipidana dengan pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
Terakhir, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan juga sejalan dengan UU PPLH dan UU Perkebunan.
Namun, ketentuan ini dikecualikan bagi masyarakat yang melakukan pembukaan lahan dengan memperhatikan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing, yakni dengan pembakaran lahan seluas maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya, dan wajib memberitahukan kepada kepala desa.
Meskipun demikian, pembakaran lahan ini tidak berlaku pada kondisi curah hujan di bawah normal, kemarau panjang, dan/atau iklim kering. Ancaman pidana bagi pelanggaran larangan tersebut adalah penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun serta denda antara Rp3 miliar hingga Rp10 miliar; jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha dan/atau orang yang memberi perintah atau bertindak sebagai pemimpin kegiatan.
Jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang berdasarkan hubungan kerja atau hubungan lain dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut. Untuk korporasi, selain pengurusnya dipidana, korporasi juga dipidana denda maksimum ditambah 1/3 dari pidana denda, dan jika dilakukan oleh pejabat, ancaman pidana ditambah 1/3.
Sehingga SAH menggarisbawahi pentingnya kepatuhan terhadap regulasi ini demi menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pertanian di Jambi.
HKTI Provinsi Jambi berharap agar perusahaan perkebunan dapat menjadi contoh dalam praktik pengelolaan lahan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, sementara masyarakat diharapkan untuk mencari alternatif yang lebih aman dan ramah lingkungan dalam membuka lahan.
"Mari bersama-sama menjaga Jambi dari bencana asap. Peran serta seluruh pihak sangat dibutuhkan untuk mencegah karhutla dan menciptakan lingkungan yang sehat bagi generasi mendatang," tandasnya. (Enn/Viz)