BBM Subsidi Harus Tepat Sasaran, Pengawasan Perlu Diperketat Hingga ke SPBU

Anggota DPR RI Sapil Jambi, Syarif Fasha.-ist/jambi independent-
JAMBI,JAMBIKORAN.COM - Anggota Komisi VII DPR RI, Syarif Pasha, menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi agar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Hal itu ia sampaikan usai menghadiri Forum Group Discussion (FGD) Mengawal BBM Subsidi Melalui Pengendalian, Pembinaan dan Pengawasan Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan yang digelar oleh BPH Migas dan Pertamina di Jambi, Rabu, 8 Oktober 2025.
Dalam forum tersebut, Syarif Pasha menyampaikan bahwa kebocoran distribusi BBM subsidi seperti solar, pertalite, dan minyak tanah, masih sering terjadi akibat ulah oknum-oknum penyalur maupun penampung ilegal.
“Kadangkala BBM jenis ini disalahgunakan oleh oknum, mulai dari penampung hingga pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan celah sistem. Tugas kita adalah meminimalisir kebocoran agar subsidi benar-benar sampai ke masyarakat yang berhak,” ujar Syarif Pasha.
Ia juga menilai, forum diskusi seperti ini penting untuk memperkuat koordinasi antar lembaga dalam mengawal distribusi BBM subsidi. Syarif berharap kegiatan serupa dapat dilakukan di daerah lain karena persoalan penyimpangan BBM tidak hanya terjadi di Jambi, tetapi juga di berbagai provinsi lainnya.
“FGD ini yang pertama dilakukan di Jambi dan akan dilaksanakan juga di kota-kota lain, karena modus penyimpangan seperti ini juga terjadi di daerah lain. Kita ingin subsidi ini benar-benar terselamatkan untuk rakyat yang berhak,” tambahnya.
Lebih lanjut, Fasha menyoroti kebijakan daerah yang berpotensi menambah kuota BBM subsidi akibat kemacetan panjang di SPBU. Ia menegaskan bahwa langkah tersebut justru dapat membuka peluang penyalahgunaan.
“Kalau karena macet, lalu SPBU buka 24 jam dan Pertamina menambah kuota, itu keliru. BBM subsidi tidak boleh digunakan untuk kendaraan industri seperti angkutan batubara, CPO, atau kendaraan besar. Itu harus pakai BBM non-subsidi,” tegasnya.
Sebagai solusi, ia mengusulkan pembatasan pembelian BBM subsidi berdasarkan jenis dan kapasitas kendaraan. Misalnya, kendaraan roda enam hanya boleh mengisi maksimal 50–60 liter per hari, di luar mobil sembako atau LPG. Ia juga menekankan pentingnya pengawasan di SPBU melalui tim gabungan dan rotasi petugas pengangkut BBM setiap 3–7 hari agar tidak terjadi kolusi atau penyimpangan berkepanjangan.
“Pemerintah harus bertindak dulu, jangan menunggu rakyat yang diminta membantu. Kalau perlu keluarkan biaya operasional untuk mendukung petugas di lapangan, agar pengawasan benar-benar efektif,” ujarnya.