Harga Batik Jambi Kian Mahal, Baku dan Proses Ditribusi Jadi Kendala
MEMBATIK: Proses pembuatan batik tulis khas Jambi di Kawasan Seberang, Kota Jambi.-NAZILATUL SASKIA SIREGAR/JAMBI INDEPENDENT-Jambi Independent
JAMBI - Batik Jambi dikenal sebagai salah satu warisan budaya Nusantara yang memiliki nilai seni tinggi dan keindahan khas daerah. Setiap helai kain tidak hanya memperlihatkan keindahan motif dan warna, tetapi juga mencerminkan filosofi dan kearifan lokal masyarakat Jambi. Namun, di balik keanggunan batik ini, harga jualnya kerap dinilai lebih mahal dibandingkan batik dari daerah lain. Ternyata, tingginya harga batik Jambi bukan tanpa alasan.
Siti Naimah (38), seorang pengrajin batik asal Seberang, Kota Jambi, menjelaskan bahwa faktor utama yang membuat harga batik Jambi tinggi adalah karena sebagian besar bahan bakunya masih didatangkan dari luar daerah, khususnya dari Pulau Jawa.
“Batik Jambi ini bisa mahal karena bahan yang digunakan dikirim dari luar kota. Itu menjadi penyebab utama kain batik Jambi, terutama di Kota Seberang, harganya tinggi,” ungkap Naimah.
Menurutnya, bahan paling mahal dalam proses pembuatan batik adalah kain putih yang menjadi dasar utama dalam pembuatan batik. Untuk jenis kain katun minyak atau kain sutra, harga per meternya bisa mencapai Rp 50.000. Setelah melalui proses pewarnaan dan pembatikan, kain tersebut dapat dijual hingga jutaan rupiah per lembar. Sementara itu, untuk kain katun harganya sekitar Rp 20.000 per meter dan biasanya dijual dengan harga Rp 300.000 hingga Rp 350.000 setelah menjadi batik jadi.
BACA JUGA:Al Haris Dorong Akselerasi Pembangunan di Tanjab Timur
BACA JUGA:Kembali Masuk Bui! Kopet Diringkus Polisi Usai Gasak Motor dan 400 Kg Buah Pinang
Selain kain, bahan pendukung lainnya seperti lilin juga memiliki peran penting dan menambah biaya produksi. Harga lilin batik mencapai Rp 30 ribu per kilogramnya. Dalam proses pembuatan batik tulis, pengrajin memerlukan berbagai peralatan seperti canting, lilin, kompor, kuali kecil, serta obat penghancur lilin.
“Kalau tidak pakai obat penghancur lilin, bisa-bisa lilin merusak kain dan prosesnya jadi lebih lama,” jelas Naimah, yang merupakan generasi kedua penerus usaha batik keluarganya sejak tahun 1980-an.
Meskipun menghadapi tantangan dalam hal bahan baku dan biaya produksi yang terus meningkat, batik Jambi tetap memiliki tempat tersendiri di hati para pecinta batik. Batik buatan Naimah bahkan telah menembus pasar internasional, seperti Thailand dan Brunei Darussalam.
Dengan proses pembuatan yang masih dilakukan secara tradisional, tidak mengherankan jika harga batik Jambi relatif tinggi. Setiap lembar batik bukan hanya sekadar kain, melainkan hasil kerja keras, dedikasi, dan cinta para pengrajin dalam menjaga warisan budaya leluhur agar tetap hidup di tengah perkembangan zaman.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Jambi, Nella ervina mengakui produksi batik khas Kota Jambi kini masih menghadapi berbagai kendala, mulai dari keterbatasan bahan baku hingga persoalan distribusi dan daya saing harga dengan batik dari luar daerah.
Nella mengatakan, kendala utama memang terletak pada ketersediaan bahan baku, yang sebagian besar masih bergantung pada impor. Tidak semua pengrajin batik mampu membeli bahan langsung dari importir, karena keterbatasan modal. Selain itu, banyak pengrajin batik yang masih menggunakan cat lilin.
“Kalau pun bahan baku sudah tersedia, pengrajin kita rata-rata membeli dalam jumlah sedikit. Akibatnya, harga yang mereka dapatkan juga lebih mahal dibandingkan pembelian dalam skala besar dengan kemampuan produksinya pun terbatas,” ujarnya
Selain itu, distribusi dan pasar batik Jambi juga masih terbatas. sebagian besar pembeli batik dalam jumlah besar berasal dari kalangan pegawai pemerintah atau BUMN. Sementara di sisi lain, harga batik Jambi kalah bersaing dengan batik dari luar daerah, yang lebih murah dan memiliki daya tahan warna lebih kuat.