UU MD3 Digugat ke MK, Pemohon Minta Rakyat Bisa Berhentikan Anggota DPR

GUGATAN: 5 WNI menggugat UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK).-Ist/Jambi Independent -Jambi Independent j

JAKARTA - 5 warga Negara Indonesia mengajukan permohonan gugatan uji materiil Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi.

Kelima Pemohon dalam Perkara Nomor 199/PUU-XXIII/2025 tersebut adalah Ikhsan Fatkhul Azis (Pemohon I), Rizki Maulana Syafei (Pemohon II), Faisal Nasirul Haq (Pemohon III), Muhammad Adnan (Pemohon IV), dan Tsalis Khoirul Fatna (Pemohon V).

Gugatan mereka telah teregister di MK dengan nomor 199/PUU-XXIII/2025 pada hari Senin, 27 November 2025.

Melalui petitumnya, pemohon meminta kepada MK untuk menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengingat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai diusulkan partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pilihan sesuai aturan undang-undang.

BACA JUGA:Pemkot Jambi Turunkan Tim Validasi Pedagang, Penertiban Pasar Talang Banjar Diperketat

BACA JUGA:Baru Bebas, Sapii Kembali Beraksi! Residivis Curanmor Dibekuk Tim Sultan Polres Tebo

Mereka mempersoalkan mekanisme pemberhentian anggota DPR melalui Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Kelimanya pun meminta adanya mekanisme untuk rakyat bisa memberhentikan wakilnya di parlemen.

"Permohonan a quo yang dimohonkan oleh Para Pemohon tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah. Para Pemohon tidak menginginkan ada lagi korban jiwa akibat kebuntuan kontrol terhadap DPR," ujarnya.

Mereka menilai pemilih sebagai pihak yang memilih anggota DPR seharusnya juga dapat mengajukan pemberhentian apabila wakilnya di Parlemen, dianggap tidak lagi mewakili kepentingan rakyat.

Menurutnya, pemilih kehilangan daya tawar setelah Pemilu, karena tidak memiliki akses untuk memberi sanksi kepada wakil rakyat yang tidak menjalankan amanat. Kondisi ini bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

Dalam petitumnya, mereka menilai selama ini partai politik seringkali memberhentikan anggota DPR tanpa alasan yang jelas dan tidak mempertimbangkan prinsip kedaulatan rakyat.

Sebaliknya, dalil mereka, ketika terdapat anggota DPR yang diminta oleh rakyat untuk diberhentikan karena tidak lagi mendapat legitimasi dari konstituen justru dipertahankan oleh partai politik.

Ia pun menyinggung kasus yang dialami oleh Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach (NasDem), Uya Kuya dan Eko Patrio (PAN), serta Adies Kadir (Golkar). 

"Para Pemohon tidak menginginkan ada lagi korban jiwa akibat kebuntuan kontrol terhadap DPR," imbuhnya. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan