Kecil Besar
Dahlan iskan--
BACA JUGA:YBM PLN UP3 Muara Bungo Salurkan Bantuan Sembako Rp 30 Juta,Untuk Korban Banjir di Kota Sungai Penuh
Menurut ahli itu, pilot Dash-8 sangat sembrono. Tapi menara kontrol seharusnya segera memberi instruksi ke Dash-8: "Taxi to Holding Point C5”, ujarnyi. Bahkan harus lebih tegas: “Taxi to Holding Point C5, Hold on Short”.
Sebelum itu tower pasti sudah memberi izin JAL A350 itu untuk mendarat. Izin itu pasti disampaikan lewat kalimat: "Runway 34 R cleared to land…”.
"Mungkin pilot Dash-8 mendengar kata 'clear' saja. Lalu cepat-cepat membawa pesawatnya masuk landasan," katanyi.
Salah paham seperti itu juga sering terjadi di tempat lain. Termasuk di Indonesia. Tapi selalu bisa diselamatkan dengan instruksi lengkap seperti di atas.
BACA JUGA:Netco Girl Vs Lima Girl, Sama-Sama Optimis Raih Champion
BACA JUGA:Gila, ASN Lapas Jambi Ini Diupah Rp10 Juta untuk Kirim Sabu
Yang paling rawan adalah kalau pesawat yang turun naik di bandara itu banyak jenis. Besar dan kecil. Seperti di Juanda Surabaya.
"Dalam case accident di Haneda sepertinya tidak ada waktu untuk pilot atau ATC melakukan warning tersebut," ujarnyi.
Akibatnya fatal. Dan itu terjadi di Jepang. Yang budaya disiplinnya begitu tinggi. Orang menyeberang jalan saja tengok kanan-kiri dulu. Ini di Haneda. Ada pilot yang begitu tidak disiplinnya.
Memang Haneda sangat sibuk pada 2 Januari sore itu. Itulah saatnya orang yang mudik kembali ke Tokyo. Termasuk mereka yang hari itu baru balik dari mudik ke Hokkaido. Mereka harus kembali bekerja di Tokyo. Apalagi baru ada gempa. Banyak pesawat kecil ikut menyibukkan Haneda.
BACA JUGA:Gara-Gara Ini, ASN Lapas Jambi Terancam Hukuman Mati
BACA JUGA:Evakuasi Lansia Stroke
Haneda memang menjadi bandara pilihan. Lokasinya di antara Tokyo dan Yokohama. Dekat ke mana-mana. Beda dengan bandara Narita: lebih satu jam dari pusat kota Tokyo.
Satu pilot pesawat kecil telah menyebabkan bencana fatal bagi pesawat besar. Inilah pilot yang membuat pesawat seharga Rp 1,5 trillium habis dilahap api.