JAMBIKORAN.COM - Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Ibrahim menanggapi terhadap rencana peninjauan kembali (PK) yang akan diajukan oleh lima terpidana seumur hidup dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016.
"Secara prosedur hukum di dunia pengadilan, putusan yang sudah inkracht itu upaya hukumnya Peninjauan Kembali," kata Ibrahim saat ditemui usai menghadiri Seminar di Universitas Bhayangkara Bekasi, Kamis, 13 Juni 2024.
Ibrahim menjelaskan bahwa syarat untuk mengajukan novum sangatlah terbatas. Oleh karena itu, upaya hukum peninjauan kembali disebut sebagai upaya hukum luar biasa.
"Syaratnya (novum) sangat-sangat limitatif, harus ada misalnya kekhilafan nyata dan yang terpenting ada novum (bukti baru)," sambungnya.
BACA JUGA:Menkumham Berharap Polisi Bisa Usut Tuntas Kasus Vina Cirebon
BACA JUGA:Saksi Kasus Vina Cirabon Ajukan Perlindungan Permohonan ke LPSK Karena Terima Ancaman
Ibrahim menjelaskan bahwa dalam konteks novum, alat bukti yang diajukan haruslah bukti yang sudah ada sebelumnya namun tidak dapat ditampilkan dalam proses persidangan.
"Apabila dia (novum) ditemukan misalnya sesudah perkara diputus, dia tidak memenuhi syarat sebagai novum dan karena itu tidak bisa (diterima pengajuan PK)," katanya.
Ibrahim juga menekankan bahwa novum lebih menitikberatkan pada alat bukti berupa surat, bukan semata-mata keterangan dari saksi. Menurutnya, keterangan saksi harus selalu didukung oleh bukti lainnya.
"Tidak bisa (kesaksian saksi) berdiri sendiri, apalagi jika hanya satu saksi. Ada prinsip unus testis nullus testi, jika hanya satu saksi, bukan saksi," tegasnya.
Sebelum permohonan PK dikabulkan, hakim akan melakukan pengecekan terhadap syarat formil dari novum tersebut. Menurutnya, jika syarat formil dari sebuah novum tidak terpenuhi, maka hakim tidak akan mempertimbangkan peninjauan kembali.(*)