Ditambah dengan memori traumatis yang tersimpan di kawasan hipokampus membuat adanya 'pemicu' yang mengingatkan kejadian tidak menyenangkan dapat memicu kemarahan dan agresivitas.
BACA JUGA:Jangan Anggap Sepele, Ini Gejala Depresi Menurut Psikiater
BACA JUGA:Simak! Ini Dia Spesifikasi dan Harga Techno Pova 6 Pro 5G yang Akan Meluncur
Terdapat beberapa faktor yang membuat orang hingga berperilaku kekerasan, mulai dari faktor genetik, mengidap tumor otak atau trauma kepala, gangguan metabolik, hingga pemakaian alkohol dan obat-obatan.
Selain itu juga riwayat menjadi korban perlakuan kekerasan, baik verbal, fisik, seksual di masa sebelumnya, menyaksikan perilaku kekerasan dalam kehidupan sehari hari, di rumah atau lingkungan sekitar, menjadi korban bullying, serta paparan media mengenai kekerasan, film, games, tontonan youtube, TV, medsos, dll.
Stresor psikososial dalam kehidupan sehari-hari, seperti masalah keuangan, konflik, perceraian, pendidikan, PHK, situasi tempat tinggal, juga berpengaruh pada perilaku seseorang tersebut.
Dokter yang juga berpraktik di RS Siloam Bogor juga mengatakan bahwa pola asuh berperan penting dalam membentuk perilaku anak, termasuk agresivitasnya.
BACA JUGA:Pemkab Sarolangun Resmi Buka Sekolah Lanjut Usia
BACA JUGA:Begini Tanggapan Maxim Atas Kasus Siswi SMAN di Jambi yang di Begal Ojek Online
Oleh sebab itu, ia berpesaan agar memberikan pola pengasuhan yang baik dengan memastikan anak tidak terpapar oleh berbagai peristiwa atau tontonan kekerasan yang dapat mengganggu otaknya sehingga muncul perilaku yang tidak diharapkan.
“Berikan kasih sayang dan memiliki ikatan emosi yang baik dengan anak,” ujarnya.
Tingkatkan komunikasi dengan anak sehingga orang tua dapat menjadi tempat anak berbagi saat mereka mengalami kesulitan, kebingungan dan frustasi dalam hidupnya,” pungkasnya(*)