“Emas perhiasan juga memberi andil sebesar 0,16 persen," jelas Hendra.
BACA JUGA:Pastikan Dana Haji Aman Dan Terkelola Dengan Baik
BACA JUGA:Asap Akibat Tambang Batubara Terbakar di Sei Gelam Muaro Jambi Bikin Warga Sesak Nafas
Fenomena deflasi selama dua bulan berturut-turut menurut Hendra, diakibatkan faktor melimpahnya beberapa komoditas volatile food yang tersedia di pasaran.
"Deflasi yang terjadi disuatu daerah juga menjadi indikasi bahwa terjadi penurunan konsumsi atau daya beli masyarakat dalam periode tertentu,” terangnya.
Namun dalam kasus kali ini, deflasi disebabkan oleh faktor melimpahnya ketersediaan pasokan cabai merah dan bawang merah di daerah penghasil.
Sehingga distribusi kedua komoditas volatile food tersebut juga lancar di Kota Jambi.
BACA JUGA:Apa Penyebab Orang Mudah Melakukan Kekerasan? Ini Penjelasan Psikiater
Pasokan berlebih atau cukup, sedangkan permintaan stabil, maka harga cenderung turun.
Untuk kasus cabai rawit merah yang mengalami kenaikan tinggi, itu kasus yang berbeda, karena BPS mencatat konsumsi rumah tangga.
“Sedangkan cabai rawit merah tidak dominan dikonsumsi rumah tangga, melainkan restoran, rumah makan, cafe dan sebagainya, sehingga tidak signifikan memberi andil terjadi inflasi," bebernya.
Hendra juga menjelaskan, bahwa bulan selanjutnya yang patut diwaspadai, karena sejumlah daerah produsen komoditas pangan di Indonesia telah memasuki musim kemarau kering, yang akan berdampak pada menurunnya kapasitas produksi.
BACA JUGA:Keren! Oppo Akan Bagi Rata Fitur AI Pada Semua Model Smartphone
BACA JUGA:Simak! Ini Dia Spesifikasi dan Harga Techno Pova 6 Pro 5G yang Akan Meluncur
"Musim kemarau harus kita sikapi kedepannya, karena faktor cuaca ini akan berdampak pada hasil produksi komoditas sensitif, seperti cabai merah, beras dan sebagainya. Ini yang kita khawatirkan akan menjadi penyebab terjadi inflasi dibulan mendatang," ungkap Kabag Perekonomian Kota Jambi itu.