BACA JUGA:Bawaslu Jambi Gelar Rakor Sentra Gakkumdu Bahas Potensi Pelanggaran Pilkada 2024
Saya ambil kertas arwah donor hati saya dari meja sembahyangan.
Saya bawa ke kapal.
Saya masukkan ke kapal.
Mereka pun mengikuti apa yang saya lakukan.
BACA JUGA:Patung Dwarapala Berusia Ratusan Tahun Ditemukan di Kuil Banteay Prei
BACA JUGA:Netanyahu Khawatirkan Serangan Balasan Iran dan Hizbullah Jika Negosiasi dengan Hamas Gagal
Setelah semua kertas arwah memenuhi kapal saya diminta menyulutkan api. Di susul para banthe. Juga tokoh-tokoh vihara.
Api pun menjulang tinggi. Kapal terbakar. Itu pertanda semua arwah sudah dilayarkan ke langit. Kapal pun habis terbakar.
Ritual terakhir: semua berjalan mengelilingi abu kapal itu. Seperti tawaf. Tapi hanya tiga kali. Sambil menyiprat-nyipratkan air.
Mengapa disebut hari raya Rebutan?
BACA JUGA:Gol Menit Akhir Pedro Bawa Brighton Menang 2-1 atas Manchester United
BACA JUGA:Haaland Hattrick, City Bungkam Ipswich dengan Kemenangan Telak 4-1
Di hari raya ini disajikan banyak sekali makanan dan buah-buahan. Setan pun lupa menganggu arwah almarhum. Mereka sibuk rebutan makanan yang tersedia di vihara.
Jangan bertanya apakah itu masuk akal. Saya setuju dengan Kumaila dari Forbidden Question: agama hanya masuk akal bagi pemeluknya.(Dahlan Iskan)