JAMBIKORAN.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, angkat bicara mengenai kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Ia menegaskan, kebijakan tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), sehingga pemerintah wajib merealisasikannya.
“Ini memang bagian dari undang-undang yang sudah diberlakukan,” ujar Airlangga di sela-sela KTT G20 di Brasil, Kamis, 21 November 2024
Kebijakan PPN dan Dampaknya
BACA JUGA:DPR Minta Tunggu Kepastian Presiden Prabowo Terkait Kenaikan PPN 12 Persen
BACA JUGA:Kemenkeu Segera Terbitkan Aturan Bebas PPN Rumah
Ketika ditanya mengenai potensi dampak kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, Airlangga memilih tidak memberikan jawaban tegas. Namun, ia memastikan pemerintah memiliki sejumlah instrumen untuk menjaga stabilitas ekonomi meskipun tarif PPN naik.
“Tentu ada beberapa tools lain yang bisa kita genjot,” ungkapnya.
Airlangga juga menyebutkan bahwa tidak semua barang dan jasa akan terdampak langsung oleh kenaikan PPN.
Beberapa komoditas, seperti kebutuhan pokok, akan tetap dikecualikan dari pengenaan PPN. Selain itu, beberapa sektor, seperti properti, masih mendapatkan insentif berupa Pajak Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).
BACA JUGA:Indef Sebut Ada Potensi Kontraksi Ekonomi Bila PPN Naik 12 Persen
BACA JUGA:Batal Di Lantik Sebagai Kasat Pol PP Tebo, Richi Saputra Belum Miliki Sertifikasi PPNS
“Untuk sektor tertentu, PPN-nya ada yang ditanggung pemerintah, dan ada yang dikecualikan. Kita lihat bersama, terutama untuk komoditas pangan,” tambahnya.
Barang yang Dikecualikan dari PPN
Merujuk pada Pasal 4A UU HPP, komoditas pangan termasuk dalam kategori barang yang tidak dikenakan PPN. Beberapa di antaranya adalah:
- Beras, gabah, jagung, sagu, kedelai
BACA JUGA:Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen pada 2025, Sri Mulyani Jelaskan Rencana dan Proyeksi Pendapatan Negara