Komisi II Soroti Politik Uang, Dalam Perbaikan Sistem Pemilu Indonesia

Rabu 05 Mar 2025 - 18:16 WIB
Reporter : Jennifer Agustia
Editor : Jennifer Agustia

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf menyoroti rumusan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum perlu memberikan perhatian kepada masalah politik uang, selain persoalan teknis dalam perbaikan sistem kepemiluan di tanah air.

"Kami harus melakukan revisi Undang-Undang Pemilu, bukan hanya pada sistem metode penghitungannya, bukan hanya masalah per dapil (daerah pemilihan), bukan hanya masalah threshold atau lain-lainnya, tetapi juga masalah-masalah lain, seperti money politics-nya," kata Dede saat memimpin jalannya rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3).

Hal itu disampaikan Dede Yusuf saat memimpin jalannya rapat dengar pendapat umum bersama sejumlah pakar terkait pandangan dan masukan terhadap sistem politik dan sistem pemilu untuk revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.

Dede mengatakan bahwa di sejumlah wilayah terjadi hal-hal transaksional demi memenangkan pesta demokrasi.

BACA JUGA:Edi Purwanto Kritik Potongan 30 Persen bagi Ojol

BACA JUGA:Ini Menu Berbuka Favorite Keluarga SAH

"Cost of money-nya kami menganggap itu semakin lama semakin membesar," ucapnya.

Bahkan, pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024 yang baru saja dilaksanakan menjadi preseden terburuk dari jalannya pemilihan umum secara langsung di tanah air.

"Karena hampir semua mengatakan pemilu kemarin adalah pemilu yang paling brutal dan paling transaksional," ujarnya.

Senada dengan Dede, anggota Komisi II DPR RI Edi Oloan Pasaribu mengatakan ada dua isu besar yang perlu mendapatkan perhatian dalam merevisi undang-undang kepemiluan, yakni politik uang dan netralitas.

"Untuk money politics dan netralitas, bagaimanapun sistemnya kita bangun, kita bentuk, itu tidak akan terjadi perubahan yang radikal kalau tidak (ada perubahan) perilakunya," katanya.

Dia memandang desain sistem pemilu sebaik apa pun pada akhirnya akan menjadi percuma sebab bergantung pada perilaku penyelenggara pemilu hingga peserta pemilu itu sendiri.

"Karena saya percaya betul peribahasa yang bilang the right system will produce the right result, sistem yang baik (akan) menghasilkan hasil yang baik, tetapi kalau yang menjalankan sistemnya juga enggak baik, susah ini," tuturnya.

"Jadi, kita lahir dari rahim demokrasi yang brutal (Pemilu) 2024, kita sepakat, karena diskusi juga gini kalau kita tidak setop money politics akan ada namanya istilah saya sebut inflasi demokrasi, 2029 semakin besar nanti," sambungnya.

Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menyoroti pula aspek moralitas lembaga penyelenggara pemilu.

Kategori :